108 Tahun Soedirman: Ketika Idealisme Dipertanyakan

Oleh: Wahjudi Djaja*

Timbul tenggelam TNI bersama NKRI. Jauh dekat tergantung siapa yang melihat. Jauh menjaga kedaulatan sampai di tapal batas, dekat kekuasaan menjadi ujian integritas. Dalam dinamika dan spektrum kesejarahan, Soedirman hadir melalui kata, sikap dan kebijakan.

Jenderal Pertama, Panglima Termuda

Lahir pada 24 Januari 1916 dari pasangan Karsid dan Siyem, Soedirman tumbuh dalam tradisi bangsawan menengah. Kakak Siyem, Tarsiyem, adalah istri Asisten Wedana R Tjokrosunaryo di Bodaskarangjati, Rembang, Purbalingga. Saat Siyem mengandung tujuh bulan, memutuskan untuk berjalan sejauh 145 km untuk mempersiapkan masa depan buah hatinya. Bersama Karsid, dia berjalan berhari-hari naik-turun gunung hingga sampai di rumah Tarsiyem. Soedirman pun diasuh oleh keluarga bangsawan itu karena sejak usia enam tahun dia telah kehilangan kedua orang tua kandungnya.

Sekolah dan aktif di kepanduan menjadikan Soedirman berkembang menjadi anak mandiri. Aktivis di sekolah dan lingkungannya, hingga masuk ke sekolah calon guru (HIK) Solo. Ketiadaab biaya menyebabkan dia pulang. Rendah hati, taat beribadah, kuat menjalani hidup dan teladan bagi teman yang menyapanya dengan istilah “Kajine”. Mengikuti penggemblengan Hisbul Wathan di Dieng, sangat membentuk kepribadiannya. Soedirman pun menjadi aktivis Muhammadiyah 1935-1937, hingga bertemu Alfiah yang kelak menjadi pendamping hidupnya.

Filosofi hidup untuk amar ma’ruf nahi munkar dibumikan dalam kehidupan sehari-hari secara konsisten, apalagi saat dia menjadi guru, masuk PETA dan menjadi Daidan Kroya yang disegani antara 1943-1944. Dialah yang dimintai Jepang untuk meredam pemberontakan PETA di Gumilir Cilacap pada 21 April 1945. Pengaruhnya meluas saat diangkat menjadi Panglima Divisi V/ Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dialah satu-satunya panglima di dunia yang dipilih langsung oleh kesatuan dan laskar karena pemimpin TKR Supriyadi tak ada kabar beritanya. Ini terjadi pada 22 Nopember 1945 di Yogyakarta.

Panglima TKR yang baru dengan cepat ambil peran penting dalam kancah peperangan. Soedirman memimpin TKR menghantam Sekutu di Ambarawa pada 15 Desember 1945. Kesuksesan ini membawanya ke Gedung Agung untuk dilantik sebagai Panglima.TKR oleh Bung Karno pada 18 Desember 1945. Jenderal pertama, panglima termuda! Veteran KNIL Oerip Sumohardjo pun segan padanya. Peran dan tanggung jawabnya semakin besar saat Ibukota pindah ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946. Dan mencapai puncak saat memimpin gerilya setelah Ibukota jatuh pada 19 Desember 1948. Inilah periode paling klasik dalam sejarah revolusi Indonesia.

Ketika Kalimat Menjadi Amanat

Pergulatan batin sejak dalam kandungan sampai ketekunan dan keikhlasannya menjalani hidup menjadikan kata-kata, perintah dan komandonya berenergi positif dan memiliki daya kekuatan. Dalam pidato pertama pelantikannya sebagai Panglima Besar pada 25 Mei 1946, Soedirman berkata:

Hendaknya perjuangan kita harus kita dasarkan pada kesucian. Dengan demikian, perjuangan lalu merupakan perjuangan yang suci itu senantiasa mendapat pertolongan dari Tuhan.

Komitmen yang lahir dari pribadi berintegritas ini menjadi fondasi utama TKR yang kemudian dikenal dengan TNI. Dia menempatkan perjuangan menghadang penjajah sebagai jihad yang mati pun menjadi kebanggaan. Sumpah setia yang diucapkan saat dilantik itu sangat legendaris, “Sanggup mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan negara Republik Indonesia sampai titik darah penghabisan”. Itu bukan hanya omon-omon di atas panggung. Dia buktikan melalui corong RRI Yogyakarta pada 21 Juli 1947 saat Belanda menggelar Agresi Militer. Sandi yang dipakai Soedirman, “Ibu Pertiwi Memanggil”. TKR menghantam posisi dan pertahanan Belanda di Ambarawa, Semarang dan Salatiga meski Adisutjipto cs gugur diberondong pesawatnya menjelang mendarat di Yogyakarta.

Saat Belanda melancarkan Agresi Militer 19 Desember 1948, Soedirman langsung mengeluarkan Perintah Kilat No./PB/D/1948. Isinya antara lain, semua Angkatan Perang menjalankan rencana yang telah ditetapkan (Red: Perintah Siasat No.1/Stop/28/5/48 dikeluarkan pada Mei 1948) untuk menghadapi serangan Belanda. Sempat berbeda pendapat dengan Bung Karno–yang memintanya tetap tinggal di kota karena sakit–Soedirman akhirnya keluar Gedung Agung dan memilih hidup serta berjuang dengan pasukannya. Dia jalankan strategi perang gerilya sampai penanda tanganan Perundingan Roem Roijen pada 7 Mei 1949. Dengan kondisi sakit dan pakaian lusuh, Soedirman yang ditandu turun gunung dan masuk Yogyakarta pada 10 Juli 1949. Dia dipeluk Bung Karno, Bung Hatta serta disambut ribuan rakyat di Alun-Alun Utara yang menangis melihat kondisi panglimanya.

Sempat, pada 1 Agustus 1949 Soedirman menulis surat permohonan pengunduran diri dari jabatan Panglima Besar kepada Presiden Soekarno. Namun, AH Nasution mengingatkannya karena bisa menimbulkan perpecahan di tubuh TNI. Surat itu melegenda karena ada kalimat:

Bahwa satu-satunya hak milik nasional Republik yang masih tetap utuh tidak berubah-ubah adalah hanya Angkatan Perang Republik Indonesia.

Di Babadan Magelang kesehatan Soedirman semakin menurun. Panglima Besar TNI yang hidup bersahaja dan merakyat, yang mendarmabaktikan hidupnya untuk bangsa dan negara ini pun wafat pada 29 Januari 1950. Rakyat yang berjajar di tepi jalan sepanjang jalan Magelang sampai Yogyakarta tak kuasa menahan air mata. Setelah disalatkan di Masjid Kauman, jenazahnya dimakamkan di TMP Kusumanegara Yogyakarta.

Hari ini 24 Januari 2024–bertepatan 108 tahun kelahiran Soedirman–didampingi Menhan, Panglima TNI dan KSAD, Presiden Jokowi menyampaikan pendapat bahwa presiden boleh kampanye, boleh memihak salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kita tidak tahu, apa yang dirasakan para perwira yang mendampinginya. Idelisme yang ditanamkan Soedirman seperti sedang berada di persimpangan.

Ksatrian Sendaren, 24 Januari 2024
Ketua Umum Keluarga Alumni Sejarah Universitas Gadjah Mada (Kasagam), Penulis Buku Serial Bilingual Jenderal Soedirman

0

Share

By About

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mabur.co

© 2025 Mabur.co