Mosi Integral Natsir 3 April 1950 dan Visi Seorang Negarawan

Oleh: Wahjudi Djaja*

Tak salah jika Bung Hatta secara jujur mengakui bahwa proklamasi pertama dilaksanakakan 17 Agustus 1945, sedangkan proklamasi kedua diumumkan pada 17 Agustus 1950, usai Mosi Integral Mohammad Natsir 3 April 1950 dimana RIS kembali ke NKRI. Inilah titik balik paling krusial selepas beragam permasalahan membombardir Indonesia sejak merdeka 1945.

Tak semua kebijakan politik pemerintahan bisa diterima secara utuh oleh elemen politik, apalagi dalam kondisi darurat. Prioritas pertama adalah mengambil kesempatan untuk menyelamatkan harga diri bangsa, baru kemudian menata kelembagaan negara pada tahap berikutnya. Konferensi Meja Bundar (3 Agustus sampai 2 November 1949) membawa Indonesia ke bentuk yang lain sama sekali dengan cita-cita Proklamasi. Bukan kesatuan tetapi federal dalam bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Tak terbayang bahwa hampir seluruh wilayah eks Hindia Belanda menjadi daerah RIS. RI hanya sebagian Sumatra dan Yogyakarta. Dan RI menjadi bagian RIS! Reaksi muncul dari berbagai daerah. Sementara di ujung sana Van Mook telah mengintai dengan BFO, sebuah boneka yang didesain untuk menganeksasi Indonesia.

Dalam kondisi karut marut pemerintahan dan kenegaraan itu, Ketua Fraksi Masyumi Moh Natsir tampil dengan gagasan cemerlang. Prinsip yang dia bawa, tak ada negara bagian yang lebih tinggi dari yang lain. Semua sama kedudukannya dalam sebuah negara kesatuan. Bahkan RI di Yogyakarta pun harus dilikuidasi dalam NKRI. Namun tak mudah menyampaikan gagasan ini. Natsir harus bergerilya melobi, membangun jaringan dan kekuatan untuk meyakinkan elite politik tentang daruratnya kondisi Indonesia jika RIS dibiarkan berdiri. Pelan-pelan aspirasinya diterima publik, banyak keinginan daerah untuk kembali bergabung dengan RI di Yogyakarta.

Dalam buku Seri Buku Saku Tempo Natsir: Politik Santun Di Antara Dua Rezim, tertulis pernyataan Natsir pada tahun 1980:
Memang sangat menarik untuk membentuk negara bagian, lebih-lebih untuk menjadi kepala negaranya. Orang memperoleh segala fasilitas keuangan dan teknis dari pemerintah Hindia Belanda.

Komitmennya untuk menjaga cita-cita Proklamasi tak pernah surut. Peluang kembali ke negara kesatuan makin terbuka saat 4 Januari 1950 Mr Asaat membentuk kabinet bersama Mr Susanto Tirtoprodjo, Natsir dan Halim. Sementara gelombang dukungan ke gagasan Natsir pun membesar hingga dia lemparkan bola ke prosedur parlementer. Fraksi lain mendukung dan pada 3 April 1950 Natsir mengucapkan pidato bersejarah:
Dewan Perwakilan Rakyat Sementara Republik Indonesia Serikat dalam rapatnya tanggal 3 April 1950 menimbang sangat perlunya penyelesaian yang integral dan pramatis terhadap akibat-akibat perkembangan politik yang sangat cepat jalannya pada waktu akhir-akhir ini.

Mosi ditanda tangani beramai-ramai. Pemerintah melalui Bung Hatta menerima mosi Natsir sebagai upaya penyelesaian masalah kebangsaan. Dan Bung Karno pada 15 Agustus 1950 di depan sidang parlemen membacakan Piagam Pembentukan Negara Kesatuan. Akhirnya, pada 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno mengumumkan lahirnya (kembali) Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kualitas pemimpin itu dilihat dan ditentukan saat menghadapi krisis. Natsir adalah generasi pertama elite yang masih memegang filosofi elang rajawali garuda, bukan bebek. Natsir mampu membaca masalah, mengidentifikasi peluang dan potensi, lalu pada momentum yang tepat melemparkan gagasan sebagai solusi dalam perspektif ketinggian yang lebih luas. Indonesia selamat dan tak banyak yang mengucapkan terima kasih pada Natsir.

Namun, kesalahan demi kesalahan bahkan diulang dan terulang kembali. Elite kita menjadi sedemikian bebal untuk diajak belajar sejarah. Jika martabat dan kehormatan elite berada di titik nadir, bisa jadi periode mutakhir inilah hal itu terjadi. Krisis bukan dicarikan solusi agar negara tetap utuh dan rakyat bisa hidup damai sejahtera. Yang ada, krisis justru dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok sendiri. Apakah harus ke titik 0 dulu baru kita bangkit dan lahir kembali?
Wallahualam

Ksatrian Sendaren, 3 April 2024
*Ketua Umum Keluarga Alumni Sejarah Universitas Gadjah Mada (Kasagama)

0

Share

By About

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mabur.co

© 2025 Mabur.co