Tas Nusantara Melintas Masa: Perangkat Bawa yang Banyak Berjasa

(Menuju “Festival Tas Nusantara”)
Oleh: M. Dwi Cahyono

Festival Tas Nusantara

Salah satu sajian dalam rangkaian “Festival Tas Nusantara” di Solo pada 22-23 Juni 2024 adalah penulisan dan penerbitan buku yang bertajuk “Tas Nusantara Melintas Waktu”. Saya pun turut kadapuk sebagai salah seorang kontributor diantara 30-an penulis hebat lain pada penulisan dan penerbitan buku itu. Sesuai dengan latar belakang keilmuan saya, tentulah saya mempergunakan “perspektif historis” dalam menelaah tas Nusantara, supaya tas yang ada saat ini tidak cuma dikesani sebagai pengaruh budaya Eropa (baca “Belanda”).

Sesungguhnya, pada suatu lapis masa hadirkan tas masa sendiri-sendiri, yang kemudian diperkaya oleh tas dari masa-masa berikutnya. Bahkan, tak sedikit tas produk masa lampau yang mampu menerobos lapis masa berikutnya, menjadi apa yang disebuti dengan “tas tradisional”.

Heru Mataya yang pada beberapa tahun berselang mengeksplorasi habis-habisan “Budaya Payung Nusantara”, tahun ini mulai merambah ke khasanah budaya Nusantara lainnya, yakni “tas”. Suatu pilihan fokus yang cerdas dan strategis. Oleh karena negeri ini memiliki kekayaan serta keragaman tas-tas unik, yang dari waktu tas-tas itu telah, tengah dan bakal mengkontribusikan jasanya sebagai: tempat (wadah) penyimpan, pelindung dan pembawa barang, orang ataupun binatang.

Tas hadir di Nusantara sejak bermilenium lalu sebagaimana terbuktikan oleh aranya tidak sedikit tinggalan sejarah dan arkeologi tentang tas. Demikian pula, hampir setiap etnik pada multi etnik Nusantara memiliki tas-tas etniknya masing-masing, yang bisa disebuti dengan “ragam tas etnik Nusantara”. Ada yang memperlihatkan kesamaan, ada pula yang menghadirkan perbedaan diantaranya — sebagai buah olah kreasi dan wujud pemanfaatan bahan lokal yang tersedia cukup di lingkungan sekitar.

Jejak Sejarah Tas Jawa Lama

Salah satu jejak visual dari masa lampau mengenai tas Nusantara kedapatan cukup jelas di relief cerita “Mahakarmawubhangga” pada teras pertama candi Borobudur. Diantaranya menggambarkan seorang pria membawa tas yang dicangklong di pundanya. Dia berada diantara kerumunan orang yang berada di suatu pasar ikan.

Pada relief di candi Borobudur dan relief di candi-candi lain pada masa yang lebih kemudian kedapatan pula gambaran mengenai tas panggul, tas jinjing, tas punggung maupun wadah bawa yang disunggi, dipopong, digendong, diindit ataupun dipikul. Pada masa yang lebih kemudian tas juga menjadi kelengkapan penampilan (performance), utamanya tas kecil hingga sedang artistik, yang dijadikan sebagai aksesoris yang memperelok dan memperanggun penampilan wanita.

Sumber data tekstual menyebut tentang beragam istilah yang berkenaan dengan wadah bawa dan cara bawa barang. Adapun sumber data oral menyebut kata “anting” — istilah yang muasalnya dari bahasa Sanskerta, yang menunjuk pada tas yang dibuat dari anyaman (bambu, rotan, akar-akaran, rumput-rumputan, dedaunan, dsb ). Bahkan, kata “anting” acap dirangkai dengan “tas” menjadi “tas anting”, yang acap dipergunakan untuk membawa barang belanjaan. Ada beragam sebutan untuk tas pada istilah-istilah etnik. Adapun kata “tas” itu sendiri merupakan suatu istilah serapan dari bahasa Belanda dan istilah dalam bahasa-bahasa Eropa tua lainnya.

Eksplorasi Awal “Budaya Tas Nusantara”

Festival Tas Nusantara yang dihelat tahun ini baru pada kali pertama. Musti “diberlanjutkan” di tahun-tahun berikutnya. Eksplorasi mengenai khasanah tas Nusantara belum cukup pada buku yang bakal terbit ini. Perlu ada tulisan yang dibukukan sebagai kelanjutan dari buku ini.

Tulisan tentang tas tidak ada habis-habisnya, karena ada dinamika bentuk maupun fungsi tas yang menarik dan perlu untuk dituliskan. Dalam hal industri tas, boleh dibilang bahwa tas merupakan produk kerajinan rumahan ataupun pabrikan yang prospektif, lantaran kapanpun dan dimanapun tas senantiasa dibutuhkan. Sebagai perangkat bawa, tas bakal tetap ada selama masih adanya mobiltas orang dan barang. Namun ironisnya, tas–khususnya tas mewah dengan merek bergengsi–turut terseret ke dalam kasus korupsi para pejabat. Tidak sedikit pejabat wanita yang korup ataupun istri pejabat unjuk ketajirannya dengan pamerkan tas mewahnya produk negara manca.

Terkait dengan kesejarahan tas, ada pertanyaan. Bagaimanakah telaah detail tentang “Sejarah Tas Nusantara”? Sumonggo membaca buku yang akan terbit dan hendak dibedah pada Festival Budaya Tas Nusantara tersebut. Syukur apabila Anda berkenan dan berkesempatan untuk untuk turut hadir dalam sesi bedah buku ini. Sampai jumpa di Solo Minggu depan. Nuwun.

Griyajar CITRALEKHA, 16 Juni 2024

*Arkeolog, Pengajar pada Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang


Share

By About

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mabur.co

© 2025 Mabur.co