Oleh: Syafa Nafisa Fadilla, Malika Nabichati Musyafa dan Bramanansyah Anantasworo**
Peran Simon Slamet dalam Peristiwa Daleman
Tahun 1948 membawa sejarah dan perubahan besar dalam perjuangan Republik Indonesia. Sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, ternyata rakyat Indonesia masih harus mengalami perjuangan yang begitu besar untuk mempertahankan kemerdekaan. Belanda masih merasa berhak atas Indonesia dan tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia (TIM, 1983: 273). Oleh sebab itu terjadilah beberapa upaya untuk mempertahankan kemerdekaan.
Penyerangan yang dilakukan oleh Belanda menyebar hingga ke berbagai daerah termasuk Yogyakarta yang saat itu menjadi Ibu Kota sementara sehingga terjadilah pertempuran antara rakyat pribumi dengan Belanda yang merenggut nyawa banyak orang dalam pertempuran masa itu. Salah satu orang yang berperan penting dalam pertempuran melawan Belanda adalah Simon Slamet, seorang pejuang yang gugur dalam peristiwa Daleman di dusun Palagan Nganggrung pada 26 April 1949.
Simon Slamet adalah seorang pemuda sekaligus seorang anggota Laskar Rakyat yang berasal dari Dusun Daleman, Girikerto, Turi, Sleman. Beliau merupakan putra dari Wijaya dan memiliki seorang adik yang bernama Suroyo dan Semi. Mereka tinggal di Dusun Daleman di salah satu rumah yang terbuat dari janur yang dianyam. (Wawancara dengan Djumadi tanggal 3 Agustus 2024 pukul 13.58).
Adanya Agresi Militer ke-II oleh Belanda membuat penjagaan di daerah pedesaan semakin ketat. Hal ini dilakukan agar tentara Belanda tidak memasuki daerah-daerah tersebut. Sehingga semua warga termasuk para pemuda terlibat dalam penjagaan dan ikut serta dalam pengawasan desa. Pemuda yang ikut menjaga keamanan desa salah satunya adalah Simon Slamet, yang pada saat itu dia mendapatkan giliran untuk berjaga tepat pada hari Peristiwa Daleman.
Peristiwa Daleman adalah salah satu peristiwa perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat dari dusun Daleman pada masa Agresi Militer Belanda II. Pada peristiwa inilah nama Simon Slamet dikenang atas jasanya yang sangat bermakna bagi perjuangan rakyat Daleman kala itu. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh kejadian pada hari Selasa Kliwon, sebelum terjadinya peristiwa Daleman. Laskar rakyat dan para Tentara Indonesia melakukan penyerangan kepada Belanda di Dusun Baratan dan daerah sekitar Ngaglik. Dimulainya penyerangan ini ditandai dengan adanya suara kentongan yang bersahut-sahutan. Belanda mengalami kerugian pada penyerangan ini karena banyak tentara dari pihak Belanda yang tewas.
Berdasarkan penyerangan yang dilakukan oleh Laskar Rakyat dan para tentara. Akhirnya pada Jumat Kliwon dini hari Belanda melancarkan aksi pembalasan dengan memukul kentongan secara bersahut-sahutan sebagai pengecoh agar warga mengira bahwa itu ajakan untuk melakukan penyerangan terhadap Belanda. Warga dari dusun Nganggrung, Daleman dan Nangsri bergegas mengambi senjata seadanya dan keluar rumah untuk bersiap memulai penyerangan, mereka telah tertipu oleh jebakan Belanda.
Belanda sudah bersiaga di sepanjang rel lori yang berada di utara dusun Nganggrung dan bersiap menembaki rakyat. Dahulu, rel tersebut digunakan untuk mengantarkan tebu menuju Pabrik Gula Medari yang sekarang telah berubah menjadi GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia).
Simon Slamet yang tidak mengetahui bawa tentara Belanda sudah bersiap akhirnya berlari menuju rel untuk memberitahu para warga bahwa tentara Belanda ada di Nganggrung. Namun Belanda yang menyadari bahwa ada warga didekatnya, tanpa pikir panjang langsung menembak bagian pelipis kepala Simon Slamet. Beliau akhirnya meninggal ditempat dengan kepala setengah pecah. Oleh Belanda, mayat Simon Slamet diterjunkan ke sawah yang baru dibajak, sehingga air yang ada di sawah tersebut menjadi merah.
Sore harinya, para warga bergotong royong membawa tubuh Simon Slamet yang sudah tidak bernyawa dan jasadnya dikuburkan di dekat kandang lembu milik Wijaya. Proses pemakamannya dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan suara berisik sehingga tentara Belanda tidak dapat mendengarnya.
Awalnya, makam Simon Slamet akan dipindahkan ke makam Kusumanegara. Namun keluarga tidak memberikan izin sehingga makamnya tetap berada di Utara desa. Akhirnya, setelah keluar Simon Slamet meninggal, Mas Taryono yang merupakan seorang pegawai agraria berinisiatif untuk memindahkan makam Simon Slamet ke barat dusun Daleman. (Wawancara dengan Djumadi tanggal 3 Agustus 2024 Pukul 13.58).
Tetenger Simon Slamet di Daerah Turi
Setelah usainya Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta. Makam Simon slamet akan di pindahkan ke Taman Kusumanegara yang merupakan makam pahlawan. Namun, keluarga simon slamet tidak menghendaki pemindahan tersebut. Maka dari itu makam simon slamet masih tetap di utara desa dekat kandang lembu. (Wawancara dengan Djumadi tanggal 3 Agustus 2024 Pukul 13.58).
Akhirnya setelah keluarga Simon Slamet meninggal dunia, Mas Taryono yang saat itu sebagai pegawai agraria berinisiatif memindahkan makamnya ke sebelah barat desa Daleman. Atas inisiatif warga dan sebagai penghargaan terhadap perjuangan Simon Slamet, akhirnya pada tahun 1987 makamnya dipindahkan di sebelah barat Dusun Daleman dan dibuatkan monumen di atas tanah kas desa seluas +400m2. (Monumen Simon Slamet – Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman (slemankab.go.id). Diakses pada 13 Agustus 2024, pukul 19.34 WIB).
Bangunan monumen tersebut dahulunya hanya sederhana, dengan berjalannya waktu monumen tersebut mulai di renovasi secara berkala oleh pemerintah daerah. Renovasi tersebut membuat adanya dua buah kolam yang berada di depan setelah pintu masuk, lalu terdapat makam Simon Slamet di samping kanan dan (batu tulisan tetenger) di selatan makam, dan yang terakhir terdapat sebuah lukisan yang dipahat di tembok sebelah selatan, dengan cat berwarna emas yang menggambarkan cerita singkat perjuangan rakyat dalam melawan penjajah pada saat Agresi Militer Belanda II.

Pada akhirnya monument tersebut berubah nama menjadi “Tetenger Perjuang Kemerdekaan R.I Simon Slamet”, tulisan tersebut tercantum pada sebuah tersebut (batu seperti rumah). Selama bertahun-tahun masyarakat dusun Daleman senantiasa melakukan upacara pentran atau bisa juga disebut tabur bunga pada saat malam tirakatan (malam 17 Agustus) malam menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia. Tak cukup sampai disitu, pemerintah daerah juga memberikan fasilitas dengan mempekerjakan orang setiap minggunya untuk membersihkan tetenger tersebut. (Wawancara dengan Djumadi tanggal 3 Agustus 2024 Pukul 13.58).
Keteladanan Simon Slamet
Masa muda Slamet ia habiskan dengan ikut serta dalam pertempuran Agresi Militer Belanda II sebagai seorang pemuda desa yang berjaga di desa serta menginformasikan kepada rakyat tentang adanya pasukan belanda. Peran menjaga keamanan desa dan memberikan informasi pada masa itu sangatlah penting.
Menjadi penjaga dan sebagai orang yang memberikan informasi pada saat itu membutuhkan mental dan fisik yang kuat, pintar dalam bergerilya, serta cekatan dalam menghadapi bahaya. Apalagi diusainya dulu yang masih muda dan sikap nasionalisme yang tinggi, tidak seperti generasi muda zaman sekarang yang hanya ucapan saja tidak dengan perilakunya.
Perjuangannya dalam membela tanah air pada Agresi Militer Belanda II di dusun daleman sangat patut diapresiasi. Perannya membawakan informasi yang sangatlah penting dalam pertempuran sekaligus sebagai pengantar komunikasi antar pasukan yang terbilang merupakan tanggungjawab yang besar dan sulit pada kala itu. Namun dengan semangat juangnya yang tinggi, ia dan kawan-kawannya sedikit berhasil mengelabui pasukan lawan kemudian mengusir Pasukan lawan dan membawa kemenangan untuk Indonesia.
Walaupun perjuangan Simon Slamet habis pada saat pertempuran tersebut, sayang sekali jika pelajar-pelajar di Sleman tidak mengetahui perjuangannya. Miranti Nilam Sudarsono dan Syafvira Jannatul Aulia mengatakan bahwa mereka mengetahui Simon Slamet karena terdapat Tetenger tersebut. Akan tetapi, Akbar Satrio Nugroho, Iklima Sari Dewi Kinasih, Ilmiana Aziz, Pandu Prambudi, Salsabila Zakhruf Zalfa Dali mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui siapa Simon Slamet dan peran Simon Slamet pada masa perjuangan.
Sungguh disayangkan aksi heroik Simon Slamet tidak diketahui oleh para generasi muda. Sudah seharusnya sebagai generasi muda kita meneladani perjuangan para pahlawan. Sebagai pelajar hal yang dapat kita lakukan adalah dengan belajar dengan sungguh sungguh, mempelajari kisah para pahlawan, dan meneladani sikap dan perilaku para pahlawan yang rela berkorban demi bangsa dan negara, semangat pantang menyerah demi tercapainya tujuan, Bekerja keras demi terwujudnya impian bersama.
Kita dapat menelusuri dan mengunjungi para pahlawan yang belum gugur maupun yang sudah gugur di medan perang, kita bisa mendapatkan sebuah motivasi, dari kisah kisah yang di cerita kan oleh seorang pahlawan. Semangat para pahlawan tersebut dapat membuat generasi muda lebih cinta terhadap bangsa dan negaranya, semangat perjuangan Simon Slamet pasti dapat diwariskan kepada anak muda agar generasi muda memiliki rasa semangat perjuangan, jiwa nasional, cinta kepada nusa dan bangsa, cinta negara, dan cinta kepada tanah air.
Penutup
Pahlawan bukan hanya yang ditulis di buku Sejarah. Namun masih banyak pahlawan yang berjuang demi kemerdekaan Indonesia yang tidak ditorehkan di dalam buku Sejarah. Peran dari masing-masing pahlawan tentu sangat berjasa bagi kemerdekaan Indonesia.
Sebagai generasi muda wajib dan patut untuk meneladani sosok pahlawan bukan hanya pahlawan yang terkenal namun juga banyak pahlawan yang tidak dikenal. Jika bukan dimulai dari generasi muda yang peduli akan para pejuang, maka generasi yang akan datang tentu tidak akan mengetahui dan mengapresiasi keberadaan pahlawan disekitar kita.
Catatan:
*Tulisan ini merupakan kerjasama mabur.co dengan Dinas Kebudayaan Sleman dari Lomba Esai Penulisan Sejarah yang telah diumumkan 9 Oktober 2024. Diedit sesuai kebutuhan, catatan kaki dan daftar tidak dimasukkan.
**Siswa SMA Negeri 1 Pakem



