Oleh: Wahjudi Djaja
Bahasa Indonesia mengalami transformasi yang lebih luas. Dalam Pleno Konferensi Umum ke-42 UNESCO pada 20 November 2023 di di Paris, Prancis, bahasa persatuan Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi (official languange) Konferensi Umum Unesco. Sebuah pencapaian yang patut diapresiasi.
Perjalanan Bahasa Indonesia untuk mencapai posisi itu sangat panjang. Bermula dari bahasa etnik Melayu di Kepulauan Riau, bahasa ini berkembang menjadi bahasa perdagangan antarpulau di Nusantara. Posisi dan perannya berubah menjadi lingua franca atau bahasa pergaulan.
Bahasa Melayu berperan penting dalam bidang kebudayaan. Beragam karya dalam historiografi Indonesia banyak ditulis dalam bahasa Melayu. Selain sebagai bahasa kebudayaan, Bahasa Melayu juga memiliki andil dalam tumbuh kembang pers sebagai bahasa komunikasi yang efektif, baik era kerajaan maupun penjajahan Belanda. Kapitalisasi pers tak akan maju pesat tanpa dukungan Bahasa Melayu.
Transformasi penting terjadi pada periode pergerakan kebangsaan awal abad XX. Bahasa Melayu mengalami peningkatan peran saat ia mulai bersinggungan dengan nasionalisme. Pesan pergerakan sangat efektif disampaikan kaum terpelajar melalui bahasa yang tidak saja mudah dipahami rakyat tetapi juga bahasa yang merupakan milik sendiri.
Dalam konteks itulah kita bisa meletakkan arti penting Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa persatuan dengan nama Bahasa Indonesia. Ia, dengan demikian, merupakan antitesis dari bahasa etnik sekaligus bahasa kolonial (Belanda). Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang bukan saja mempersatukan tetapi juga menjadi bagian identitas nasional.
Upaya untuk mengisi dan menempatkan bahasa Indonesia sebagai bagian penting pergerakan dilakukan saat digelar Kongres Bahasa Indonesia I di Solo pada 25 Juni 1938. Inisiatornya Raden Mas Soedardjo Tjokrosisworo (wartawan harian Soeara Oemoem Surabaya). Dihadiri para tokoh pergerakan, pers dan pemikir kebudayaan dan dibuka oleh Dr Poerbatjaraka.
Bahasa Indonesia akhirnya menjadi bahasa negara setelah dikukuhkan dalam Konstitusi 1945 pasal 36. Peran dan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa resmi pendidikan dan bahasa resmi kenegaraan menjadikannya sebagai identitas kebangsaan. Dalam warna yang berbeda nuansa, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa kebudayaan di beberapa negara, baik dalam kawasan serumpun maupun global. Saat ini Bahasa Indonesia memiliki lebih dari 275 juta penutur, sedang kurikulum Bahasa Indonesia telah masuk di 52 negara.
Lebih dari sekedar media komunikasi atau bahasa jurnalistik, bahasa adalah sebuah representasi. Ia bisa merupakan representasi kekuasaan, perjuangan, suara hati nurani atau visi tertentu. Memotret bagaimana penguasa mengendalikan dan menggerakkan kekuasaannya bisa diamati dari bahasa yang digunakan. Bahasa, kadang-kadang berupa tanda, kadang-kadang berupa bunyi, tetapi selalu berupa pikiran.
Membaca Orde Lama tak bisa meninggalkan idiom revolusi. Mengamati Orde Baru tak bisa mengabaikan frasa pembangunan. Meneliti Orde Reformasi tak bisa melupakan akronim KKN. Kini, Bahasa Indonesia telah menjadi bahasa resmi Unesco. Apakah itu representasi berhasilnya diplomasi kebudayaan kita?
*Budayawan



