Politik Harapan

Yudi Latif*

Saudaraku, purna debat capres-cawapres yang terasa hambar muncul kesadaran introspektif, apakah ritual pesta pemilihan yang begitu mahal ini kian mendekatkan bangsa Indonesia pada politik harapan?

Menurut Donna Zajonc, untuk membangkitkan politik harapan suatu bangsa harus keluar dari tahap anarki, tradisionalisme, apatisme menuju kehadiran pemimpin publik yang sadar. Tahap pertama, seluruh tindakan politik diabsahkan menurut logika pemenuhan kepentingan pribadi, yang menghancurkan sensibilitas pelayanan publik. Tahap kedua, demi mencapai sesuatu, pemimpin mendominasi dan memarjinalkan yang lain. Tahap ketiga, peluang yang dimungkinkan demokrasi tak membuat rakyat berdaya, malah membuatnya apatis.

Tahap keempat, tahap politik harapan, para pemimpin menyadari pentingnya merawat harapan dan optimisme warga, dengan cara memahami interdependensi realitas serta kesediaan melayani kepentingan publik dengan menerobos batas politik lama. Kekuasaan digunakan untuk memotivasi dan memberi keteladanan yang merangsang rakyat mewujudkan keagungannya. Warga menyadari pentingnya keterlibatan dalam politik dan aktivisme sosial untuk berkolaborasi merealisasikan kebajikan bersama.

Semua pihak harus menyadari bahwa politik, seperti kata Hannah Arendt, adalah ”ruang penjelmaan” yang memungkinkan dan merintangi pencapaian manusia di segala bidang. Terang-gelapnya langit harapan di negeri ini sangat ditentukan oleh warna politik kita.

Demi memungkinkan politik harapan diperlukan pemimpin dengan kekhasan eksentrisitas–yang memiliki kekuatan karakter, kebesaran jiwa, dan keliaran visi perubahan. Pemimpin yang tak memedulikan bagaimana bisa dipilih ulang, melainkan bagaimana keterpilihannya menjadi pintu perbaikan tata kelola pemerintahan.

Untuk itu, perlu transformasi rekrutmen kepemimpinan dari bias sumberdaya alokatif (kekuatan finansial dan privilese sosial) menuju sumberdaya otoritatif (kapasitas-karakter). Disertai politik pembangunan berorientasi inklusi budaya, inklusi politik dan inklusi ekonomi–yang menuntut perbaikan tata nilai nilai, tata kelola dan tata sejahtera.

Tiada bangsa tanpa cobaan. Bangsa maju selalu bisa belajar memperbaiki diri bahkan dlm waktu terburuk.

*Cendekiawan Muslim, Pengasuh Belajar Merunduk

0

Share

By About

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mabur.co

© 2025 Mabur.co