Dikelilingi benteng batu setinggi 1,5 m seluas 5000-an m2 rumah Jawa lengkap terakhir direnovasi tahun 1947, nDalem Sastrosudarman kemudian dikenal sebagai Pusat Kebudayaan “Sastro Sudarmo”. Ndalem ini pernah menjadi markas Susilo Sudarman (pernah menjabat Menteri Transmigrasi era Orde Baru) waktu Agresi Militer Belanda II 1948-1949. Selain itu juga pernah menjadi markas Pamong Praja pada masa awal kemerdekaan.
Arsitektur Ndalem Sastrosudarman relatif masih utuh sesuai aslinya. Dulu seluruh bangunan terbuat dari kayu, namun dalam perkembangannya direnovasi dengan menambahkan dinding batu bata. Bagian-bagian ndalem dengan mudah bisa dikenali. Inilah jantung sejarah Desa Wisata Budaya Rajek Wetan (Dewi Rawe) Tirtoadi Mlati Sleman DIY. Dulunya, Sastro Sudarmo dikenal sebagai Mbah Makmur. Bisa jadi dia merupakan orang terkaya pada masa itu.
Ndalem Sastrosudarman berintikan konstruksi kayu jati murni. Dari depan, bangunan itu terdiri atas kuncung, pendopo, pringggitan, joglo, senthong, sepen, longkang, lumbung dan pawon atau gandok.
Berdasarkan pelacakan Mabur.co tukangnya, Mbah Wisono Pawiro (kakeknya Pak Dukuh Rajek Wetan, Widiarto). Atas seizin keluarga, bangunan cagar budaya ini akan menjadi Pusat Kebudayaan. Beragam acara dan aktifitas seni, sastra, budaya, sejarah, akan hidup disini sekaligus menjaga dan merawat agar kondisinya bertahan lebih lama. Para pengelola desa budaya sudah melengkapi dengan mengangkat beberapa koleksi peralatan kuna milik warga yang dekat dengan budaya agraris.
Saat begitu banyak joglo, limas dan rumah kampung diboyong ke kota untuk properti pusat kuliner, keberadaan Ndalem Sastrosudarman sebetulnya memiliki makna tersendiri. Pihak keluarga sudab merelakan untuk dikelola agar mempunyai manfaat lebih banyak. Tetapi menurut salah seorang warga, Dwijana, akibat pandemi Covid-19 aktifitas wisata budaya mengalami penurunan dan belum bangkit kembali.
(Jay)



