Pada masa revolusi, di Yogyakarta, khususnya Jalan Malioboro dipenuhi oleh para pemuda dari berbagai daerah di Indonesia yang menampilkan dirinya sebagai bagian dari pemuda revolusi. Identitas “pemuda revolusi” mereka tampilkan diantaranya melalui pakaian yang dikenakannya. Dengan cepat model pakaian “pemuda revolusi” tersebut menjadi budaya populer di kalangan anak-anak muda.
Demikian disampaikan Kaprodi S2 Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budaya UNS, Dr Asti Kurniawati SS, MHum dalam siaran pers yang diterima mabur.co, Minggu (17/11/2024). Terkait dengan hal itu, Program Studi S2 Kajian Budaya UNS Solo akan menyelenggarakan Seminar Dua Hari dengan mengangkat tema “Produksi Budaya Populer dan Identitas Massa” pada Rabu, November 2024 dan Kamis, 21 November 2024.
Fenomena tersebut, lanjutnya, menunjukkan produksi budaya populer yang dipengaruhi perubahan zaman. “Massa yang sebelumnya merupakan masyarakat tertindas karena penjajahan membangun identitas barunya dengan memproduksi fashion pemuda revolusi, yang kemudian penggunaannya menjadi massif”, tandasnya.

Dalam catatan Asti, hal berbeda terjadi pada abad XXI ketika budaya Korea digandrungi di Indonesia, baik dalam selera musik, film, fashion, makanan, kosmetik dan lain-lain yang selanjutnya mempengaruhi gaya hidup dan penampilan para penggemarnya. “Budaya Korea menjadi budaya populer di Indonesia karena berkembang secara massif tidak hanya di kalangan anak-anak muda, tetapi juga remaja, anak-anak dan bahkan orang tua”, paparnya.
Lebih jauh disampaikan, fenomena budaya Korea di Indonesia berbeda dengan fenomena fashion dan identitas yang berkembang pada masa Revolusi. “Budaya Korea yang menjadi budaya populer di Indonesia tidak terbentuk semata-mata faktor perubahan zaman, tetapi sengaja diproduksi untuk kepentingan industri”, jelasnya.
Keterlibatan penguasa dan pemodal, menurutnya, menjadi penentu tidak hanya bagaimana budaya populer diproduksi, tetapi juga bagaimana budaya tersebut dapat dikonsumsi pasar dunia. “Desain produksi dan konsumsi budaya populer dalam hal ini dimanfaatkan untuk kepentingan politik maupun ekonomi. Satu kesamaan dari dua fenomena tersebut adalah bahwa produksi budaya populer menghasilkan identitas baru”, pungkasnya.
Seminar hari pertama (20 November 2024) diselenggarakan secara daring (zoom meeting) dengan ID Rapat: 936 9895 1509 dan Password: 845287. Pembicara yang akan tampil Dr Suzie Handajani, MA (Dosen Département Antropologi FIB UGM dan Program studi Kajian Budaya & Media Sekolah Pascasarjana UGM), serta Dr Yusana Sasanti Dadtun, MHum (Wakil Dekan III FIB UNS, Dosen Prodi Ilmu Sejarah UNS).
Sedangkan hari kedua (21 November 2024) seminar digelar secara hibrid. Acara luring diselenggarakan di Ruang Seminar Lantai 2 Gedung 3 (I. Suharno) dan daring melalui zoom meeting dengan ID Rapat: 959 0833 9224 dan Password: 024878. Pembicara yang akan tampil Prof Dr Bambang Purwanto (Guru Besar di Départemen Ilmu Sejarah FIB UGM) dan Dra Sri Kusumo Habsari, MHum, PhD (Kaprodi S3 Kajian Budaya FIB UNS).
(*)



