Oleh: Ancah Yosi Cahyono*
“Engkaulah orang yang kucari !” dan tanpa menunda lagi Kalmasapada menghampiri Sutasoma lalu segera menaruhnya di bahunya, ia pun lari. Bodhisattva (Sutasoma) dengan penuh mengerti jika pikiran Kalmasapada masih diliputi kegelisahan, hatinya dipenuhi amarah serta keangkuhan yang dipicu oleh kesombongannya telah berhasil mengalahkan pasukan kerajaan.
Pangeran Sutasoma sadar bahwa sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk berbicara dengan dan tetap mempertahankan sikap tenangnya”.
-Jatakamala 32, Sutasoma-
Mendengar kata Sutasoma di saat sekarang mungkin yang terlintas adalah semboyan Bhineka Tunggal Ika yang dijakdikan motto bangsa ini. Kalimat tersebut tertulis dalam sebuah kakawin yang ditulis oleh Mpu Sutasoma ketika Raja Hayam Wuruk berkuasa.
Karya ini sendiri sebenarnya adalah saduran dari kisah yang sudah ada sebelumnya. Dari bukti arkeologis, kisah mengenai Pangeran Sutasoma sudah terpahat di dinding Borobudur yang menjadi saksi jika cerita itu sudah populer lima Abad sebelum ditulis oleh Mpu Tantular.
Borobudur yang merupakan monumen Buddha memang kaya akan cerita-cerita yang berlatarkan Buddhist. Sutasoma sendiri dalam tradisi Buddha setidaknya memiliki beberapa versi, antara lain Mahasutasoma Jataka yang berbahasa Pali, Kemudian Sutasoma versi Jatakamala yang berbahasa Sanskerta.
Antara masing-masing versi cerita memiliki perbedaan dalam detail, namun secara garis besar menceritakan jalan cerita yang sama, yaitu cerita bagaimana Pangeran Sutasoma yang menyadarkan seorang pemangsa manusia tanpa menggunakan kekerasan.
Adegan di bawah adalah bentuk Sutasoma secara visual yang menunjukkan adegan dimana Sutasoma sedang dibawa lari oleh Kalmasapada, seorang Raja Kanibal yang sedang memenuhi janji untuk mengorbankan 100 orang raja.
Cerita di awal adalah penggalan dari cerita perjalanan Sutasoma. Pangeran yang memiliki jiwa unggul dan keteguhan hati sempurna. Tak pernah mengingkari janji walau nyawa adalah taruhannya. Ia tak takut akan kematian, membimbing orang-orang di sekitar ke ajaran Dharma adalah jalan ninjanya. Oleh sebab itulah kisah ini amat populer, bertahan hingga berabad-abad. Dan dilahirkan kembali dalam banyak bentuk karya Seni.
*Praktisi percandian, anggota Komunitas Kandang Kebo
Keterangan Foto:
Jan Fontein, (1990). Emas 6x 4cm. Koleksi Amsterdam University yang dipinjam dari Royal Tropical Institue (Tropenmuseum)
Borobudur Lantai 1 Langkan Atas 117



