Sarasehan tiga bulanan yang digelar Komunitas Kandang Kebo, Sabtu (1/6/2024) mengungkap beberapa fakta baru. Pernah menjadi kabupaten, Kalasan kemudian melebur menjadi salah satu wilayah di Kabupaten Sleman.
Dalam penelusuran Dosen Prodi Sejarah FIB UGM, Baha’udin SS MHum, Regenschap Kalasan telah muncul pada abad VIII. “Nama Kalasan muncul dalam prasasti yang ditemukan di kawasan Candi Kalasan. Anehnya, Kalasan justru tidak muncul dalam Palihan Nagari atau Perjanjian Gianti 13 Februari 1755. Di dalam peta Perang Jawa juga tidak ada nama Kalasan, namun pernah muncul dalam Perang Mangkubumen. Nama Kalasan baru muncul setelah periode Perang Jawa 1830-an”, paparnya.

Pada peta tahun 1857, lanjutnya, muncul nama Kalasan dalam peta. “Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VIII, tahun 1927 dikeluarkan Rechblad, nama Kalasan hilang. Kesultanan Yogyakarta semula terdiri atas enam kabupaten (Kulonprogo, Yogyakarta, Bantul, Sleman, Kalasan dan Gunungkidul, diubah sehingga menyisakan Yogyakarta, Bantul, Gunungkidul dan Kulonprogo. Bersama Sleman, Kalasan masuk wilayah Yogyakarta”, paparnya.
Data Bupati Kalasan yang diterlacak oleh Baha’udin antara lain Raden Tumenggung Padmo Nagoro (1860-1874), Raden Tumenggung Yoedhodiningrat (1874-1876), Raden Tumenggung Sosrodipurwo (1876-1884), Raden Tumenggung Noto Yoedho (1884-1887), Raden Tumenggung Sosro Koesoemo (1887-1889), Raden Tumenggung Poerbo Koesoemo (1889-1915).
Sementara itu narasumber lainnya, Dra Andi Riana (TACB), menjelaskan Kalasan adalah kota lama dengan beragam jejak sejarah arkeologis. “Pada tahun 778 M sudah ada nama Kalasan pada prasasti Kalasan. Pada kompleks candi Budha ini ditemukan bajralepa dan moonstone yang mencari cirikhas. Kalasan termasuk wilayah di Sleman yang memiliki jejak arkeologis yang lengkap dan lama”, ungkapnya.
Sedangkan narasumber ketiga, Wahjudi Djaja SS MPd menguraikan keberadaan Pabrik Gula Tandjong Tirto di Berbah. “Jika kita mengikuti sejarah PG Tandjong Tirto, akan menjadi tahu bagaimana kolonialisme menampilkan wajah baru setelah cultur stelsel. Dirikan tahun 1874 pabrik ini menjadi bagian dari 17 pabrik yang dibangun era HB VII (Sultan Sugih). Para pengusaha menyewa tanah, ditanami tebu, dan keraton menerima pemasukan besar dari pola kerjasama itu. Setelah politik etis, manajemen PG Tandjong Tirto juga menampilkan wajah humanis dengan banyak membantu masyarakat”, tandas Ketua Umum Keluarga Alumni Sejarah Universitas Gadjah Mada (Kasagama) ini.
Yang tak kalah menariknya, imbuhnya, terbentuknya budaya indis. “Menarik mengamati proses asimilasi antara budaya Barat (Belanda) dengan budaya timur (Jawa) dalam beragam unsur kebudayaan. Artinya, pengaruh Barat bisa masuk bahkan berakulturasi dalam proses yang damai kemudian melahirkan beragam ekpresi kebudayaan yang sampai sekarang masih bisa kita lihat jejaknya”, paparnya.

Dalam sambutan pengantarnya, Ketua Komunitas Kandang Kebo Dr Maria Tri Widayanti menyampaikan, sarasehan dan blusukan adalah program rutin setiap tiga bulan. “Tema yang kami ambil berganti-ganti, mulai prasejarah, era klasik, Islam dan kolonial. Semua berbasis relawan dan jujur kami bangga dengan daya juang teman-teman Komunitas Kandang Kebo. Mereka memiliki totalitas yang luar biasa untuk menyelamatkan peninggalan peradaban lama. Tanpa mereka, kami bukan apa-apa”, tandas dosen STIEPAR API Yogyakarta ini.
Dimintai kesannya tentang program Komunitas Kandang Kebo, Guru Besar Arkeologi FIB UGM Prof Inayati Adrisijanti sangat mengapresiasi dan bangga. “Di sini kita menjadi tahu bahwa latar belakang sejarah bisa digunakan untuk melihat kondisi sekarang. Apa yang kita diskusikan sejak pagi tadi membuka pikiran kita bahwa kita berada di ruang yang penuh sejarah. Banyak informasi penting yang baru kita dengar. Terkait toponim suatu daerah perlu dikupas, karena tidak hanya cerita tetapi ada latar belakangnya. Kita menjadi tahu bahwa sejarah itu berharga sehingga perlu dipahami dan dihayati”, tandas peraih Anugerah Kebudayaan Gubernur DIY 2023 ini.
Antusiasme peserta sarasehan dan blusukan bertema “Penelusuran Jejak Kota Tua (Eks Kabupaten Kalasan dan Pabrik Gula Tanjung Tirto Berbah” memang luar biasa. Pendaftaran bahkan sudah ditutup jauh hari karena mengingat daya tampung basecamp yang terbatas. Selama diskusi banyak di antara mereka yang bertanya sesuai masalah yang mereka temukan di daerah masing-masing.
Hadir dalam sarasehan Prof Subagyo, Suwarto, Dr Minta Harsana MSc, jajaran pengurus Komunitas Kandang Kebo dan wartawan. Setelah sarasehan, dilanjutkan makan siang dan ramah tamah serta ditutup dengan pemberian cendera mata. Banyak peserta yang datang dari berbagai wilayah di Jawa. Acara Minggu (2/6/2024) adalah blusukan ke lokasi Kalasan dan Berbah dimulai 07.30 dengan titik kumpul di eks Stasiun Kalasan.
(*)



