Dari Sarasehan Kandang Kebo, Perlu Memahami Politik Memori Kolonial

Upaya merawat warisan budaya memang perlu. Namun ada hal yang harus dipahami bahwa ada pengaruh politik kolonial Belanda yang menempatkan kebendaan sebagai unsur utama. Sementara kita lupa menggali apa nilai yang melekat dan ditinggalkan di balik benda itu bagi bangsa Indonesia.

Itu benang merah Sarasehan Menapak Jejak Mamratipura di Klaten yang dilaksanakan di basecamp Komunitas Kandang Kebo, Sabtu (31/8/2024). Hadir tiga narasumber Dr Daud Aris Tanudirdjo MA (Arkeolog UGM), Gunawan A Sambodo SS MT (Epigraf) dan Pamong Budaya Ahli Muda BPK Wilayah X Wiwing Wimbo Widayanti SS.

Dalam paparannya Daud menjelaskan kenapa kita menghabiskan waktu untuk mengurusi warisan budaya. “Apa benar masyarakat menginginkan beragam fungsi warisan budaya seperti tertera dalam undang-undang? Kadang kita melihat masyarakat merawat warisan budaya karena mereka menginginkannya”, tandasnya.

Lebih jauh dari sekedar warisan budaya, lanjutnya, ini menyangkut politik memori. “Ada upaya legitimasi untuk menempatkan seseorang atau komunitas agar merasa kuat dan hebat. Mataram masih menempatkan Majapahit sebagai dasar legitimasi dengan tetap merawat dan melestarikan pusaka Majapahit”, paparnya.

“Politik memori yang berkembang di Indonesia sangat dipengaruhi oleh politik kolonial. Mereka membawa kekaguman pada masa lalu warisan budaya ke Nusantara sehingga mereka memiliki kepedulian pada sejarah (kebendaan) yang kita miliki. Padahal, warisan budaya mestinya menyangkut nilai di balik benda. Ini yang perlu kita pahami agar tidak terjebak pada pola pikir kolonial”, jelasnya.

Terkait ibukota Mataram, Daud menjelaskan ada wilayah yang namanya Pikatan di Temanggung. “Rakai Mamrati mendirikan lingga dan kraton, apakah itu berada di Prambanan dan Boko? Prambanan sudah dibangun sejak Rakai Pikatan tetapi yang meresmikan adalah anaknya. Boko dulunya merupakan vihara (Abhayagiri) yang berbasis Budha tetapi kemudian berubah menjadi tempat pemujaan Hindu. Terkait Wonoboyo, dalam ekskavasi ditemukan struktur bangunan seluas lapangan sepakbola dimana ditemukan emas dan bekas pepohonan yang terbakar”.

Candi Merak dalam penelitian Daun merupakan local genius karena pola dan modelnya berbeda sama sekali dengan yang ada di India. “Ada sungkup candi yang digunakan tempat mengundang arwah nenek moyang. Di bawahnya ada altarnya untuk upacara dan unsur material (peripih) yang membentuk kehidupan (dilambangkan lingga yoni). Value inilah yang harus digali dan diwariskan”.

Suasana sarasehan Mamratipura (Foto: Wahjudi Djaja)

Pamong Budaya Ahli Muda BPK Wilayah X Wiwing Wimbo Widayanti SS menjelaskan tahap dan temua ekskavasi yang ada di desa Jagalan Bekelan, dan Karangnongko (Kecamatan Karangnongko). “Belum bisa disimpulkan apakah situs Bekelan di Karangnongko berupa bangunan atau kepentingan yang lain. Data ekskavasi yang kami dapatkan memang minimal dan tidak menyeluruh dan kami hanya ditemani juru gambar dan juru ukur”, jelasnya.

Sedang terkait letak posisi ibukota Mamratipura, Gunawan telah melacak berbagai prasasti dalam periode yang panjang. “Dari sumber prasasti diketahui bahwa Kerajaan Mdang telah beberapa kali pindah kedatuan yang oleh banyak ahli mengalihnahadakan menjadi ibukota. Kami melihat perpindahan ibukota era Mataram tidak ada pola baku. Para panguasa bebas memilih tempat dan lokasi. Satu hal yang pasti, kita tidak bisa memastikan dimana letak Mamratipura hanya dari satu prasasti”, tandas arkeolog alumni FS UGM ini.

Sebelumnya, Ketua Komunitas Kandang Kebo Dr Maria Tri Widayanti MPd dalam pengantarnya menyampaikan, antusiasme peserta yang ingin ikut kegiatan ini sangat tinggi.

“Hari ini yang hadir antara lain Bogor, Semarang, Sragen, Klaten selain tentu dari Yogyakarta. Kegiatan ini kami inisiasi secara sukarela dan tak ada yang dibayar. Kami memang sering bekerja sama dengan pemerintah tetapi sifatnya fasilitasi dan berharap bisa membantu generasi muda agar lebih mencintai situs sejarah. Beberapa personil Komunitas Kandang Kebo sekarang juga dipercaya BPK Wilayah X untuk ekskavasi dan renovasi berbagai candi”, tandasnya.

Setelah sarsehan dilanjutkan blusukan di wilayah Klaten pada Minggu (1/9/2024). Blusukan dilakukan di Candi Merak dan kawasan Karangnongko dengan titik kumpul PG Gondang.
(*)


Share

By About

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mabur.co

© 2025 Mabur.co