Tebal benteng yang mengelilingi Kraton Mataram Plered berkisar antara 2, 8 m sampai 3,2 m. Selain itu ditemukan pula saluran air (plumpung) yang terbuat dari keramik dan konstruksi sistem teknologi penguatan bata sebagai dudukan umpak yang relatif besar berukuran 2×2 m di berbagai sudut. Hipotesis sementara dari hasil ekskavasi, dulu air masuk ke area kraton sehingga Amangkurat I membangun benteng setinggi 4 m.
Demikian disampaikan Danang Indra Prayuda MA, arkeolog UGM yang terlibat dalam penggalian (ekskavasi) situs Kraton Mataram di Kerta dan Pleret. Data baru itu disampaikan dalam Sarasehan Menyingkap Kejayaan Mataram Islam “Jejak Kemegahan Keraton di Kawasan Cagar Budaya Kerta Plered” di Basecamp Komunitas Kandang Kebo, Sabtu (18/1/2025). Bertindak sebagai moderator Wahjudi Djaja SS MPd, Ketua Umum Keluarga Alumni Sejarah Universitas Gadjah Mada (Kasagama).
Selain itu, lanjut salah satu arkeolog yang ditugasi Dinas Kebudayaan DIY untuk melakukan ekskavasi di kawasan cagar budaya Kerta-Plered ini, ditemukan batu canti dengan relief yang mirip dengan yang ada di Candi Kalasan. “Ini cukup menarik. Apakah dulunya di kawasan ini merupakan pusat peribadatan Hindu, atau batu tersebut sengaja dibawa dari Kalasan. Ini masih perlu penelitian lebih lanjut”, tandasnya.

Sebelumnya Guru Besar Arkologi FIB UGM Prof Inajati Adrisijanti dalam paparannya menyampaikan, berdasar data faktual penyebutan yang benar adalah Plered dan bukan Pleret. “Dulu di kawasan Mataram ada bendungan di mana ada plered yaitu air terjun kecil (dronjongan)”, ungkapnya.
Dari sumber babad Momana dan Ing Sangkala yang diteliti, imbuhnya, kita bisa tahu bahwa saat bertahta di Kotagede Sultan Agung mulai membangun Kraton Kerta pada 1618.
“Lalu pada 1643 mulai membangun segaran di Plered yang dikenal dengan Segoroyoso. Pada 1686 Sultan Agung wafat di Kerta digantikan Sunan Amangkurat I. Dalam catatan para ahli Barat, Sultan Agung dinilai sebagai seorang tokoh agung dalam sejarah Jawa”, papar Peraih Anugerah Kebudayaan DIY 2023 yang akrab disapa Bu Poppy ini.
Dalam pengantarnya Ketua Komunitas Kandang Kebo Dr Maria Tri Widayanti menyampaikan, sarasehan merupakan kegiatan rutin tiga bulan sekali dengan tema yang berbeda-beda.
“Yang hadir hari ini dari Kediri, Jepara, Sragen, Klaten, Semarang, Temanggung dan tentu DIY. Ini tak lepas dari kerja keras teman-teman Komunitas Kandang Kebo sejak persiapan, survei lokasi sampai pelaksanaan hari ini. Minggu 20 Januari 2025 dilanjutkan blusukan ke situs Kerta dan Plered”, tandasnya.
(*)



