Dark Tourism: Jelajah Misteri dan Tragedi

Oleh: Wahjudi Djaja*

Pusat Studi Desa Wisata (Pusdewi) STIE Pariwisata API Yogyakarta menggelar Webinar bertajuk Dark Tourism (Wisata Kelam) pada Jumat Kliwon (23/2/2024). Jika kebanyakan destinasi menawarkan kesenangan dan kebahagiaan, maka wisata kelam justru mengajak wisatawan menghikmati kepedihan, penderitaan, dan mungkin pengkhianatan. Sebagai sebuah pendekatan kepariwisataan, wisata kelam relatif baru meskipun akarnya sudah ditemukan pada abad XVIII.

Kapitalisasi Kepedihan

Sebagai salah satu destinasi rujukan nasional, Yogyakarta telah lama mempertimbangkan dan memiliki wisata kelam. Monumen Pahlawan Pancasila Kentungan atau Museum Petilasan Mbah Maridjan bisa dijadikan contoh upaya memperluas jenis destinasi dark tourism. Jenis lain yang mengeksplorasi horor ditemukan pada Rumah Hantu Malioboro,sedang Vila Putih Kaliurang dan Omah Indische Kotagede menyimpan misteri masa lalu. Tentu masih banyak sudut Yogyakarta yang memiliki sisi kelam yang sering menjadi objek pembuatan content video atau tayangan televisi.

Ziarah di makam Turgo

Di Indonesia kita bisa menemukan Makam Juang Mandor yang terkait pembantaian 21.000 orang Indonesia di Kalimantan oleh Jepang pada 1942-1945, Monumen Peringatan Bom Bali yang mengingatkan 200 orang yang tewas akibat teror bom, Museum Tsunami untuk mengingatkan korban ribuan orang karena bencana tsunami Aceh, atau Museum Lubang Buaya untuk mengenang tragedi kelam 1965.

Sebagai pendekatan kepariwisataan, dark tourism diperkenalkan oleh John Lennon dan Malcolm Foley. Buku mereka, Dark Tourism: The Attraction of Death and Disaster (2002) sering menjadi rujukan bagi para pengelola wisata kelam. Buku ini mencoba mengeksplorasi sisi kelam dalam kehidupan sebagai sebuah destinasi. Sebentuk representasi tindakan tidak manusiawi di masa lalu yang coba diangkat untuk dimaknai dan diinterpretasikan kepada pengunjung.

Secara garis besar wisata kelam menyediakan paket perjalanan wisata ke suatu lokasi (situs, jejak, rumah, peninggalan, bangunan dll) yang menyimpan sejarah, kisah, atau tragedi. Bisa tentang pembantaian, tragedi kemanusiaan, bencana alam dahsyat, atau kematian manusia yang tragis. Tujuan dibuatnya wisata kelam antara lain memorisasi juga membangkitkan empati dan kesadaran kemanusiaan tentang peristiwa yang terjadi.

Monumen Bom Bali

Upaya untuk mengangkat dark tourism harus memahami banyak aspek termasuk dampak yang akan muncul bagi keluarga dan masyarakat. Sejak lama penyair WS Rendra dalam Sajak Pulau Bali (1977) telah mengingatkan:
Kebudayaan rakyat ternoda
digencet standar dagang internasional.
Tarian-tarian bukan lagi suatu mantra,
tetapi hanya sekedar tontonan hiburan.
Pahatan dan ukiran bukan lagi ungkapan jiwa,
tetapi hanya sekedar kerajinan tangan.

Peringatan Rendra jelas bukan isapan jempol semata. Bali yang lama dikenal memiliki ikatan dan kohesi sosial yang kuat dengan landasan budaya yang sakral pelan-pelan berubah. Kita tentu tidak ingin kebudayaan dan tradisi sakral masyarakat menjadi rusak hanya karena eksploitasi pariwisata. Diakui, pariwisata di satu sisi memasukkan devisa, di sisi lain terkesan terlibat dalam mengubah–kalau tidak merusak–kehidupan religi masyarakat Bali sehingga menjadi semakin profan dan populer. Naluri neoliberalisme yang sedang bergerak adalah menjual dan mengkonsumsi apa saja demi keuntungan dan kekayaan. Inilah yang perlu diantisipasi dan diwaspadai para pengelola dark tourism sekaligus mencarikan jalan tengah yang berkeadilan dan berkeadaban.

Etika Wisata Kelam

Jamak dilakukan jika kita bertandang ke rumah duka harus menghormati keluarga yang sedang kehilangan anggotanya. Ada etika, sopan santun, dan moralitas yang harus dijaga agar kehadiran kita tidak menambah kepedihan. Kita hadir untuk berempati dalam koridor kemanusiaan. Demikian pula ketika kita mengunjungi destinasi dark tourism. Lain halnya kalau objek dark tourism adalah buatan seperti rumah hantu, untuk objek yang merupakan jejak peninggalan sejarah yang lama, ada beberapa hal yang harus dipatuhi.

Pahami bahwa Tuhan menciptakan makhluk tidak hanya yang kasat mata tetapi juga yang ghaib. Mereka mempunyai dunia yang berbeda. Tanamkan kesadaran bahwa sesama makhluk Tuhan bisa berdampingan tanpa saling mengganggu. Permisi dan ucapkan salam ketika mau masuk objek, jaga keheningan, dan hormati privacy. Tak perlu berlebihan dalam bersikap dan bertingkah laku, jalani sebagai pengayaan batin, serta hormati keluarga korban meskipun yang bersangkutan tidak melihatnya.

Hormati kepercayaan yang diyakini masyarakat.

Selain itu pastikan kesiapan mental spiritual saat akan mengikuti paket dark tourism. Ini bukan soal uji nyali tetapi sebuah proses untuk mengasah batin dan memberikan pengayaan spiritual. Pemandu harus paham betul apa tugas dan menguasai objek yang didatangi.

Kecenderungan wisata untuk back to nature bisa dijadikan jalan untuk memberikan layanan menyangkut ketenangan batin. Perubahan orientasi wisata 3 S dari sun, sand, sea menjadi serenity, spirituality, dan sustainibility bisa mengakomodasi potensi wisata kelam. Bahwa ada bagian kehidupan yang tak hanya menyangkut kesenangan tetapi juga perlu merasakan penderitaan, penindasan dan pengkhianatan. Dari situ kita berharap meningkatnya rasa kemanusiaan, persatuan, dan kebersamaan.

Apa yang bisa diambil dari paket dark tourism? Munculnya pemahaman dan kesadaran bahwa sebanyak apapun hal yang kita ketahui masih lebih banyak lagi hal yang tidak kita ketahui. Itulah kenapa manusia tak boleh pongah, merasa paling kuat, atau merasa paling tahu. Ajal dan kematian pasti datang. Tetapi kapan, dimana, dan dengan cara apa, hanya Tuhan yang tahu. Dark tourism adalah media untuk proses penyadaran itu semua.

Ksatrian Sendaren, 21 Februari 2024
*Dosen STIE Pariwisata API Yogyakarta, Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan Jawa (LKJ) Sekar Pangawikan

0

Share

By About

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mabur.co

© 2025 Mabur.co