Sebuah kerugian jika kita berkunjung ke Pulau Bali jika tidak singgah di desa adat Penglipuran. Bukan karena namanya yang mendunia tetapi ada landasan kultural yang menopang keberadaannya. Keteguhan memegang prinsip leluhur menjadi kunci keberhasilan pembangunan terutama sektor pariwisata.
Demikian intisari Sarasehan jajaran pengelola desa adat Penglipuran, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali dengan civitas akademika STIE Pariwisata API Yogyakarta di Balai Banjar Penglipuran, Minggu (4/2/2024) siang.
Dalam sambutannya Ketua STIE Pariwisata API Yogyakarta, Susilo Budi Winarno SH, MH menyampaikan Penglipuran merupakan tempat belajar yang sangat inspiratif. “Melalui benchmarking to Bali kita bisa belajar bagaimana arsitektur, kebersihan, konsep pengelolaan berbasis kearifan lokal. Desa wisata ini tercatat sebagai yang paling bersih di dunia dengan tingkat kunjungan wisata yang tinggi. Penglipuran menjadi pembelajaran yang penting bagi siapa saja terutama mahasiswa”, tandasnya.

Sedangkan I Nengah Sudibyo, pengurus adat desa adat Penglipuran dalam bidang pengembangan SDM, mengatakan dulu pada zaman kerajaan warga terkena wabah. “Mereka kemudian pindah ke Bangli dan ingat atau eling leluhur, identik pura. Desa ini kemudian dikenal dengan Pangelingpura atau pelipur lara saat raja ada masalah. Mereka merasakan ada ketenangan di tempat ini sehingga mendapat inspirasi”, paparnya.
Menurut pengakuan Sudibyo, pihaknya tidak pernah bermimpi menjadi desa wisata. “Kami hanya mencintai adat budaya, melestarikan fisik tata ruang seluas 112 ha, berupa pemukiman (11 ha), hutan bambu (45 ha) dan pemukiman. Sedangkan yang non fisik berupa kearifan lokal (awig awig). Kenapa kami mempertahankan konstruksi bambu, karena memberi suport secara religius dan ekonomi pada kehidupan warga. Konsepnya Tri Hita Karana yang meliputi parahyangan (dengan Tuhan), pawongan (sesama manusia), dan palemahan (alam semesta). Manajemen yang kami kembangkan adalah kolaborasi rasio dan rasa”, paparnya.

Dimintai pendapatnya tentang desa adat Penglipuran, Nicken Ayu Kusuma Dewi mahasiswi STIE Pariwisata API Yogyakarta, menyampaikan desa Penglipuran merupakan perpaduan yang indah. “Antara keaslian budaya dan keindahan arsitektur tradisionalnya yang terjaga dengan baik. Desa ini juga dikenal sebagai salah satu desa adat yang mempertahankan kearifan lokal dan tata nilai budayanya”, ungkapnya.
Dalam sarasehan yang dipandu I Wayan Sucipta itu, diisi dengan tanya jawab dan dialog dengan para dosen maupun mahasiswa, meninjau destinasi desa adat Penglipuran serta pemberian cindera mata.
(*)



