Easy Run Menyusur Sepenggal Sungai-sungai di Eropa (4)

Oleh: Anif Punto Utomo*

Kemolekan Sungai Isar di Kota Bir
Pagi itu, 8 Juli 2023, udara Munchen (Munich), ibukota negara bagian Bayern, Jerman, relatif sejuk, suhu udara 23 derajat selsius. Hari sebelumnya, di waktu siang hari, matahari menyengat, suhu mencapai 36 derajat selsius. Suhu yang buat orang Jakarta saja kepanasan, apalagi buat mereka yang terbiasa dengan suhu rendah di Jerman.

Rute lari pagi sudah saya tentukan sehari sebelumnya ketika dalam perjalanan dari Paris ke Munchen naik kereta cepat TGV. Ketika kereta menjelang masuk wilayah Jerman, di speaker sempat dikatakan, aka ada pemeriksaan paspor. Tetapi ternyata sama sekali tidak ada. Dan ketika beberapa hari kemudian melakukan perjalanan ke negara yang masuk wilayah schengen (zona bebas paspor di 26 negara Eropa), tak pernah ada pemeriksaan.

Rute wajibnya lari pagi adalah menyusuri sungai. Dan satu-satunya sungai yang membelah ibukota Bavaria itu adalah sungai Isar yang memiliki total panjang dari hulu ke hilir tak kurang dari 250 kilometer.

Di sungai Isar

Dari hotel tempat menginap yang persis di depan stasiun sentral kereta, sampai tepian sungai terdekat berjarak sekitar dua kilometer. Tetapi rute yang saya rencanakan sedikit memutar karena perlu melewati beberapa bangunan bersejarah yang menjadi ikon wisata Munchen.

Beberapa tempat di Munchen yang menjadi favorit wisatawan terbagi dua: Bangunan kuno dan bangunan moderen. Bangunan kuno di antaranya Neues Rathaus di Marienplatz, Englischer Garten, Munchen Residenz, Istana Nymphenburg, dan Kastil Neuschwanstein. Untuk bangunan moderen adalah Olympiapark, Museum BMW, dan Allianz Arena.

Dan ada satu lagi yang mengundang banyak wisatawan yakni Oktoberfest, festival dan pesta bir terbesar di dunia. Oktoberfest pertama kali berlangsung 12 Oktober 1810. Pada mulanya merupakan perayaan pesta pernikahan antara Putra Mahkota Bavaria (yang kemudian menjadi Raja Ludwig I) dan Putri Theresa dari Sanchen Hildburghause. Pesta itu lantas diubah menjadi pesta rakyat.

Pesta itu terus dilestarikan setiap bulan Oktober, dan terkenal sebagai pesta bir. Acara yang berlangsung dua pekan ini mampu menyedot rata-rata enam juta pengunjung yang menghabiskan 7,7 juta liter! Orang Jerman memang penggila bir. Dan Munchen merupakan pusat konsumen dan produsen bir terbesar di Jerman. Sampai-sampai dijuluki sebagai Ibu Kota Bir!

Penggalan cerita tentang perjalanan Oktoberfest ini difilmkan oleh Netflix dalam bentuk serial. Saat saya keliling kota naik mobil, sempat melihat kawasan Theresienwiese, tempat diselenggakannya festival. Meskipun masih bulan Juli, tetapi persiapan membuat bangunan semipermanen sudah mulai terlihat.

Masih terkait dengan bir, di dekat Marienplazt ada restoran bernama Hofbrauhaus, sebuah restoran bir Jerman terkenal dan terbesar di Munchen. Siang harinya saya sempat diajak keluarga Mas Pedy yang sudah tinggal 22 tahun di Jerman makan di restoran itu. Pengunjung bisa duduk di aula atau di outdoor di bawah pohon kastanye.

Di Aula suasana sangat riuh, apalagi ada band oopmpah yang pemainnya mengenakan pakaian tradisional Bavaria memainkan musik khas Jerman Selatan. Aroma bir sangat kuat, karena semuanya berpesta bir. Di situ, tidak afdol kalau tidak minum bir, maka saya pun pesan bir, beruntung tersedia bir ‘zero alkohol’. Makan di Hofbrauhaus serasa hadir di Oktoberfest.
***
Sekitar pukul 06.00 keluar hotel, jalan sepi, hanya beberapa mobil yang semuanya buatan Jerman melintas. Setelah melakukan pemanasan, tombol start pada sport watch dipencet. Lari pagi di Munchen dimulai. Rutenya dari hotel menuju Marienplatz sekaligus melihat Neues Rathaus, kemudian melintas gedung Theater Maximilian Joseph, terus ke Munchen Residenz, lantas menyisir pinggiran Englischer Garten, dan menuju Sungai Isar.

Jalan koridor menuju Mareinplatz bebas dari kendaraan, di sisi kiri kanan didominasi pertokoan yang beberapa di antaranya toko barang bermerek terkenal. Lokasi ini memang menjadi surge belanja para turis. Siang sampai malam ramai dikunjungi. Pertokoan baru buka pukul 10.00, sehingga pagi itu ketika saya lewat, pertokoan masuh tertutup rapat. Sesekali saya berpapasan dengan pejalan kaki.

Sampai di Marienplaz, suasana masih sepi. Nyaris saya hanya sendirian. Marienplatz merupakan ruang publik berupa pelataran terbuka di pusat kota Munchen yang dibangun tahun 1158. Di sisi utara, terdapat bangunan tua yang sejak tahun 1874 berfungsi sebagai gedung Balai Kota Baru (Neues Rathaus). Sedangkan di sisi timur terdapat Balai Kota Lama (Altes Rathaus) yang kini berfungsi sebagai gedung pertemuan.

Neues Rathaus dibangun pada tahun 1867-1908 di bawah arahan artitek Georg von Hauberrisser. Gedung dibangun dalam gaya neo-Gothic yang mengagumkan, dengan banyak detail arsitektur yang indah dan elegan. Luasnya mencapai 9.159 meter persegi (98.600 kaki persegi) dan memiliki lebih dari 400 kamar. Saat ini, gedung ini masih menjadi kantor dewan kota dan walikota.

Pembangunan bagian utama gedung tahun dimulai 1967 dan selesai 1874. Selanjutnya penyelesaian menara setinggi 85 meter pada tahun 1908. Turis bisa naik ke menara untuk melihat pemandangan kota Munchen. Dan yang paling ditunggu-tunggu turis adalah menikmati keindahan ‘atraksi’ Glockenspiel, sebuah jam dengan lonceng besar di menara tersebut. Jam raksasa tersebut memiliki 43 lonceng dan 32 figur boneka.

Setiap hari pada pukul 11.00 hingga 12.00, dan pukul 17.00 di kala musim semi dan musim panas, jam itu mengeluarkan suara bernyanyi. Bersamaan dengan itu beberapa figur boneka muncul dari Glockenspiel dan menari sepanjang lonceng berbunyi. Biasanya ketika pertama boneka muncul, sorak sorai penonton membahana di plaza terbuka tersebut.

Di sebelah kiri berdiri gedung Altes Rathaus yang cukup mencuri perhatian karena warnanya yang dominan putih, berbeda dengan kebanyakan gedung tua yang umumnya coklat-coklat muda. Konstruksi Altes Rathaus dimulai pada tahun 1470 di bawah kepemimpinan arsitek Jörg von Halsbach. Altes Rathaus mengalami banyak pemugaran dan perubahan struktural, terutama setelah mengalami kerusakan selama Perang Dunia II.

Dari palataran Marien lantas menuju Theater Maximilian Joseph, tak jauh hanya beberapa ratus meter. tampak puluhan burung merpati berebut makanan di halaman gedung tersebut. Saat itu tiang berjumlah delapan di bagian depan ditutup dengan kain warna-warna bak pelangi. Tampaknya akan ada pertunjukan di gedung teater tersebut.

 

Teater ini dibangun di abad ke-19 dan dinamai untuk menghormati Raja Maximilian Joseph dari Bayern. Tujuan pembangunan teater adalah untuk memberikan tempat yang megah dan representatif bagi pertunjukan teater, opera, dan pertunjukan seni lainnya. Desain bangunan ini ditangani oleh arsitek Karl von Fischer. Sampai saat ini gedung teater itu masih menjadi tempat utama bagi pertunjukan teater, opera, dan seni pertunjukan lainnya.

Setelah foto-foto dan selfi sebentar, langkah kaki langsung menuju Munchen Residenz. Sayang beberapa bangunan sedang direnovasi sehingga jalan masuk pada pagi itu ditutup. Pembangunan istana kerajaan tersebut dimulai pada abad ke-14. Dulunya Munchen Residenz adalah kediaman resmi para penguasa Bayern, termasuk Wangsa Wittelsbach, yang memerintah Bayern selama berabad-abad.

Pada 1918, München Residenz dialihfungsikan menjadi museum. di situ pengunujung bisa menjelajahi ruangan-ruangan bersejarah, koleksi seni yang kaya, dan arsitektur yang menakjubkan. Di museum ini terdapat 157 kamar, sebanyak 150 kamar adalah ruang pameran yang berisi peninggalan bersejarah, bernilai fantastis dan koleksi Raja yang luxurious.

Lari berlanjut menyusuri pinggiran Englischer Garten, sebuah taman yang maha luas, tak kurang dari 370 hektar (hampir enam kali lipat taman Monas). Taman mulai dibangun pada tahun 1789 di bawah arahan Sir Benjamin Thompson. Diberi nama “Englischer Garten” karena taman ini ditata dan dirancang dengan gaya alami taman lanskap Inggris.

Di taman ini terdapat bangunan dengan nuansa Asia dan Yunani. Monopteros merupakan sebuah kuil Yunani, salah satu spot terkenal di English Garden. Bangunan kuil yang dibangun dengan 10 tiang tanpa dinding ini didirikan pada tahun 1836 di atas bukit kecil. Dari Monopteros.

Bangunan dengan nuansa Asia ada Chinese Tower dan Japanese Teahouse. Chinese Tower merupakan tempat popular, dibangun setinggi 25 meter pada tahun 1789 dengan gaya kekaisaran Cina. Kemudian Japanese Teahouse baru berdiri tahun 1972. Di tempat ini dapat merasakan pengalaman istimewa yaitu upacara minum teh yang digelar dari bulan April sampai bulan Oktober.

Tak jauh dari ujung taman di sisi tenggara, tepian sungai Isar sudah tampak. Lari santai sekitar 10 menit sampailah ke sungai tersebut. Sesekali berpapasan dengan orang yang lari dan jalan kaki. Sepanjang sungai tersebut ada belasan, atau jembatan yang melintas. Saya melintas salah satunya yang posisinya lurus dengan tepi selatan Taman Inggris. Lebar sungainya sendiri 70-100 meter.

Sungai Isar memiliki sejarah panjang dalam peran sentralnya sebagai sarana transportasi mulai dari zaman pra-sejarah, zaman Romawi, zaman abad pertengahan, sampai abad 19. Hingga kini, Sungai Isar terus menjadi elemen penting dalam kehidupan kota Munich, baik dalam hal transportasi, pariwisata, kegiatan rekreasi, ataupun lingkungan hidup.

Sebagai tempat rekreasi, masyarakat bisa bermain kano bahkan ada lokasi tertentu dibikin aliran sepanjang dua kilometre untuk berselancar layaknya di pantai. Sungai ini juga menjadi tempat populer untuk aktivitas seperti berjalan kaki dan bersepeda. Pada musim panas, banyak masyarakat yang piknik, sekadar berjemur, berbaring di delta-delta sungai, terutama mbak-mbak dengan pakaian yang ‘seadanya’.

Trotoar di tepi sungai cukup lebar, enam-tujuh meter, tapi sesekali menyempit karena di kiri kanan tumbuh pohon besar. Nyaris sepanjang sungai yang saya lewati, sekitar hampir satu kilometre diteduhi pohon-pohon rindang. terdapat beberapa delta. Kita dapat berjalan di delta karena sebagian memang terhubung oleh jembatan. Karena masih pagi, masyarakat belum ada yang piknik, mbak-mbaknya juga belum ada.

Sebagaimana di kampung saya di Temanggung, setiap ada sungai selalu ada yang nongkrong memancing. Di sungai Isar pun sepanjang hampir satu kilometre yang saya sisir, dua lokasi kedapatan ada dua-tiga orang yang asyik memancing. Beberapa jenis ikan yang ada disitu di antaranya trout, grayling, barbel, perch, bream, dan belut. Ikan trout menjadi salah satu yang favorit bagi pemancing.

Seperti yang sebelumnya saya temui di Paris dan Bourdeoux, di beberapa bangku yang tersedia di trotoar sungai tertidur gelandangan berpakaian kumuh. Tercium aroma bir. Mungkin mabuk-mabukan semalam. Tentu pemandangan itu sedikit menganggua, tetapi tetap tidak mengurangi kemolekan Sungai Isar.

Setelah merasa cukup menyusur sungai, saya kembali ke hotel. Rute ke hotel memilih jalan yang berbeda dengan saat berangkat, meskipun kemudian juga melewati Mareinplazt, karena jalur itu yang mudah diingat.

Sampai di depan hotel, tombol finish saya pencet. Lumayan, dapat 9,17 kilometer dengan waktu tempuh 1 jam 26 menit.

*Jurnalis Senior


Share

By About

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mabur.co

© 2025 Mabur.co