Oleh: Achmad Charris Zubair*
Mendengar cerita tentang Bung Hatta, yang ingin sepatu Bally tapi tak mampu beli sepatu tersebut. Diguntingnya iklan sepatu yang diinginkannya tersebut dan disimpan. Ditemukan potongan iklan itu diakhir hayatnya. Bung Hatta pun ternyata pernah menunggak membayar langganan listrik rumah kediamannya.
Bung Karno pada masa akhir jabatannya ingin beli sate ayam tapi sama sekali tidak punya uang dan beliau bilang pada pengawal setianya. “Aku pingin sate ning duitku entek”. Akhirnya sate ayam itu malah dibayari Mangil, pengawalnya.
Satu ketika seorang bakul pasar nunut jip seseorang dari jalan Magelang ke pasar Beringharjo. Ketika menurunkan barang dagangannya di pinggir jalan mau dibawa ke dalam pasar. Mbok bakul langsung minta tolong pria tersebut mengangkat barang dagangannya ke gendongan di punggungnya untuk dibawa ke dalam. Pria tersebut–yang ternyata Sultan Hamengku Buwono IX–tidak sungkan-sungkan membantu mengangkat barang dagangan bakul pasar Beringharjo. Ketika mbok bakul diberitahu bahwa pria tersebut adalah Ngarsa Dalem, rajanya, ia menangis minta ampun dan langsung pingsan. Sebelumnya ia menyangka Ngarsa Dalem itu sopir mobil omprengan.
Pak Abdul Kahar Muzakkir penandatangan Piagam Jakarta dan pendiri serta rektor UII juga anggota OKI juga pahlawan nasional, pernah kehabisan uang sepulang dari Pakistan. Dipinjami muridnya biaya tiket KA Jakarta – Yogyakarta plus ongkos naik andong ke Kotagede.
Pak Sukiman Wiryosanjoyo yang pernah menjadi Perdana Menteri RIS biasa hanya bersarung ketika berkunjung ke rumah sahabat. Orang yang tidak begitu kenal tidak akan pernah menyangka beliau petinggi negara dan tokoh bangsa.
Ki Sarino Mangunpranoto, mantan Menteri Pendidikan dari Taman Siswa, ketika kembali ke Yogyakarta, tinggal di kampung Miliran, di rumah sederhana dengan kursi tamu plastik yang sudah kusam. Beliau menerima tamu-tamunya yang kebanyakan orang penting di ruang yang sederhana itu.
Pak Abdul Mukti Aly guru besar IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga dan ahli perbandingan agama, mantan Menteri Agama yang memilih tinggal di kampung Sagan bahkan akhirnya rumahnya ber”dekat”an dengan tempat kost perempuan-perempuan “nakal”. Zaman saya muda kalau ada teman bilang mau ke Pak Mukti Aly, ya maksudnya ke “situ”.
Pak AR Fakhruddin orang nomor satu Muhammadiyah, sebuah organisasi yang amat besar, tidak sungkan jualan bensin eceran. Beliau sendiri yang melayani para pembelinya. Kendaraan sehari-harinya hanya BMW, alias Bebek Merah Warnanya. Sepeda motor bebek Honda C70. Padahal ia begitu dekat hubungannya dengan Pak Harto presiden dan pernah ditawari jabatan menteri oleh Pak Harto. Beliau biasa berkirim surat dengan Presiden dan Pak Harto sebagai presiden pasti membaca dan membalasnya.
Rasanya ingin mengalami kembali hidup bersama dengan pemimpin-pemimpin bersahaja seperti itu.
Bandingkan dengan gaya supermewah banyak anggota parlemen, pemimpin partai politik dan kebanyakan pemimpin masa kini. Bahkan juga gaya hidup artis atau ustadz selebritis.
Apalagi kalau kita melihat gaya hidup para koruptor pengeruk kekayaan bangsa. Ini pasti soal karakter dalam pilihan hidup bukan sekedar masalah situasi dan kondisi.
*Budayawan tinggal di Kotagede Yogyakarta



