Oleh: Yudi Latif*
Saudaraku, di tengah langit mendung dan kalbu kelabu yang menyelimuti negeri, cahaya Natal berpijar menembus relung hati.
Kedatangannya dirindukan umat Kristiani, dirasakan penduduk negeri. Di tengah lautan padam asa, rabun visi, semua warga perlu pengisi baterai rohani, penerang jiwa.
Sudah lama awan menggelayuti langit di luar dan di dalam. Kemurungan menyelimuti negeri bak mantel berat, mengingatkan pada kehilangan, kerinduan tak terjawab. Sudut-sudut kota dan ruang maya disesaki narasi kecemasan dan pesimisme.
Di tengah kepengapan dan kegelapan jiwa, Natal tiba bagai angin sejuk dan berkas sinar yang menerpa lembut. Ia datang tanpa gemuruh gemerlap, hanya dalam tenang bisikan lirih: “Aku di sini.”
Natal tiba dalam keheningan, doa syahdu dan pelukan penuh arti. Bahwa kelabu ini bukan penghalang, melainkan latar yang membuat percik sinar tampak berkilau.
Kehadiran Natal menuntun kita menemukan oase di tengah gurun “kekeringan” rohani. Mengajak kita menyalakan lentera jiwa demi mengembalikan bangsa ke jalan cahaya.
Natal di tengah keputusasaan adalah undangan untuk kembali percaya. Bahwa di balik kekosongan, ada sesuatu yang sedang tumbuh. Di balik setiap celah tanah kering, ada benih harapan yang menunggu waktu berkembang.
Di palungan yang sederhana, Sang Bayi Kudus terbaring. Tak ada gemerlap atau kemegahan, hanya kasih murni, yang hadir di tengah dunia penuh luka. Ia datang bukan untuk menghapus kelabu, tetapi untuk memberi makna di dalamnya.
Natal dalam kelabu mengingatkan bahwa suka cita tak selalu berarti tawa. Kadang, ia hadir dalam linang air mata yang menerima, dalam hati yang belajar berdamai dengan kenyataan. Natal adalah tentang menemukan terang, meski kecil, di tengah kabut pekat.
Dalam suasana Natal, kelabu mungkin masih menyelimuti. Tapi Natal adalah janji bahwa di balik awan, ada cahaya cinta yang tak pernah padam. Meski labirin gelap sulit diarungi, gelombang sinar kasih menautkan kita dalam ikhtiar kebersamaan.
Dan di tengah mendung ini, kita berbisik dalam hati: “Damai di bumi, meski dalam luka. Harapan tetap hidup, meski dalam duka.” Karena Natal adalah cahaya yang tak bisa dipadamkan, bahkan oleh kelam sekalipun.
Selamat Natal!
*Cendekiawan Muslim



