Oleh: Sjafri Sairin*

Setiap kata “Nusantara” diberitakan atau diucapkan, selalu terbayang di benak saya, sebuah bioskop sederhana yang berdiri tegak di Jalan Puri, Kotamatsum Medan, yang tidak jauh dari kediaman keluarga kami. Nusantara adalah salah satu dari bioskop yang ada di kota Medan pada tahun 1950an. Jangan dibandingkan dengan bioskop Rex (Ria), Cathay (Karya), Rio (Riang) atau bioskop Medan, yang kokoh berdiri di tengah kota Medan, sangat jauh bedanya.

Selain itu di kota itu juga ada beberapa bioskop lain seperti Orion (Horas), Morning (Minang) dan bioskop Capitol, Olympia dan lainnya yang saya lupa namanya. Tetapi yang paling sedarhana dan rendah mutu bangunannya adalah bioskop Nusantara.

Meski begitu, bioskop Nusantara menjadi bioskop yang selaku ramai penontonnya, termasuk anak-anak di bawah umur. Koneksi kuat dengan abang-abang preman yang “menguasai” bioskop itu dapat menjadi jalan pintas untuk menonton film 17 tahun ke atas tanpa bayar.

Saya yang waktu baru berumur 12 tahun selalu dapat menonton film yang saya sukai seperti film Samson and Delilah, misalnya. Itu berkat koneksi dengan abang-abang jagoan yang selalu melagak setiap malam di sekitar bioskop itu. Koneksi yang terjalin akibat tinggal bertetangga atau kami anak “cencen” yang rela disuruh-suruh beli nasi bungkus atau rokok misalnya cukup ampuh utk menonton secara gratis.

Tetapi cukup mengherankan walaupun sangat sederhana beberapa bintang film nasional terkenal waktu itu seperti M Mochtar, bintang utama film Rodrigo de Villa, bintang film komedi S Poniman dan M Budrasa, pernah berkunjung ke bioskop kesayangan masyarakat Kota Matsum itu.

Sekitar 1970-an bioskop itu tinggal kenangan karena sudah rata dengan tanah dan bertukar wajah menjadi pasar rakyat. Bagi saya bioskop Nusantara selalu menjadi kenangan yang tidak pernah terlupakan, karena tumbuh bersama kehadirannya bersama kami di Komat.

*Guru Besar Antropologi FIB UGM