Oleh: Dr. Amin Mudzakir
Kampanye tentang bahaya politik identitas makin ke sini terasa makin kabur. Apa yang dimaksud? Siapa yang sesungguhnya dirujuk?
Kenyataannya, yang kita saksikan sekarang adalah drama elit politik menjelang 2024. Si ini bertemu si itu, si anu bertemu si ono, dan seterusnya. Tidak jelas identitasnya, tetapi cukup pasti kita mengenali kepentingannya.
Dengan kata lain, yang dimaksud politik identitas adalah mainan elit politik. Yang digunakan dalam rangka itu bukan hanya bahasa agama, melainkan juga bahasa nasionalisme. Ketika Budiman Soedjatmiko bertemu Prabowo kemarin, secara jelas dia menyebut kata-kata “kita kaum nasionalis… “.
Akan tetapi, kenapa agama, khususnya Islam politik, yang selalu dijadikan sasaran tembak kampanye anti-politik identitas itu? Bahkan secara spesifik kampanye itu samar-samar menyerang Arab sebagai identitas yang dibayangkan akan merusak Indonesia atau Nusantara, mengapa begitu? Apakah karena Habib Rizieq dan Anies Baswedan adalah keturunan Arab atau bagaimana?
Bahkan mereka yang selama ini aktif menyuarakan perjuangan melawan diskriminasi terhadap keturunan Tionghoa, mengapa beberapa tampak larut dalam kampanye anti-keturunan Arab meski secara terselubung?
Politik identitas bermain di wilayah psikologis. Tidak semua orang mampu menyadari itu. Terlebih kalau orang itu hanya bermain, termasuk di media sosial, dengan kalangan yang sama dengannya, politik identitas akan menjebak terus dan terus.
Oleh karena itu, politik identitas adalah bayang-bayang. Ia seolah-olah ada, tetapi sebenarnya dibuat ada secara sengaja. Jadi masalahnya bukan bayang-bayangnya, tetapi orang yang membuat bayang-bayang itu ada.
Jadi, siapa yang secara sengaja membuat politik identitas itu?
*Alumni Sejarah UGM, Peneliti BRIN



