Sebagai salah satu padukuhan di Kalurahan Trimulyo Sleman, Karang Kepanjen menyimpan potensi yang lengkap. Kisah hidup Kiai Panji yang dipandang sebagai pembuka padukuhan diangkat ke dalam karya seni drama, tari dan musik dengan arahan sutradara beken Jujuk Prabowo.
Para pemain diambil dari padukuhan Karang Kepanjen yang belum sama sekali bersentuhan dengan dunia teater. “Di situlah letak tantangannya. Asal teman-teman mau berlatih secara serius dan tekun, karya ini bisa dipergelarkan dengan baik. Dari latihan yang sudah dilakukan, mereka progresnya bagus. Hanya kadang pincang kalau ada yang tidak masuk, karena harus memulai dari awal lagi”, tandasnya.
Kepanjen, bagi Jujuk, bisa dimaknai beragam. Bisa dilihat sebagai asal-usul nama kepanjen, ada juga yang mengartikan ketempatan peran. “Dalam konteks pentas ini, saya labih memilih pengertian kedua. Panji yang identik dengan kaum muda memperoleh peran untuk mengangkat dan membuat sejarah”, jelasnya.
Sedang Wahjudi Djaja selaku penulis Syair Panji, menjelaskan, upaya ini hanyalah pembuka kesadaran warga tentang narasi sejarah yang ada di Kepanjen. “Nanti akan kita diskusikan dalam sarasehan budaya. Kita pertemukan teman-teman arkeolog, sejarawan dan pemerhati sejarah agar bisa mengungkap kisah Kepanjen. Harapannya langkah ini bisa mengawali pemberdayaan potensi budaya di Kepanjen dan Trimulyo”, kata dosen STIE Pariwisata API Yogyakarta ini.
Pementasan Rampak Tarian Panji menjadi salah satu acara yang akan digelar dalam Ruwahan Ageng Kiai Panji pada 29 Februari sampai 3 Maret 2024. Menurut Ketua Panitia Aditya Dwi Nugroho, peserta yang akan ikut Pasar UMKM sudah 40-an. “Target kami sekitar 75 peserta termasuk stan untuk sponsor. Kami berharap upaya ini bisa menggerakkan perekonomian warga Trimulyo. Ke depan, ini akan kami adakan secara rutin sebagai penguat kegiatan desa budaya”, ungkapnya.
Dalam latihan Rabu (17/1/2024) malam, para pemain yang tergabung dalam Sanggar Budaya Karang Kepanjen mulai terlihat kombinasi, moving dan blocking. Musik juga mulai kompak. Meskipun begitu, menurut Jujuk, kebanyakan pemain masih terjebak pada hapalan dan belum banyak menjiwai peran dan ceritanya.
(*)



