Oleh: Wahjudi Djaja*
Sepuh tetapi masih energik. Apalagi menyangkut sastra yang bukan hanya rangkaian kata dan menjadikannya bermakna. Sastra itu hidup, menginspirasi dan menggerakkan. Itulah kenapa anjangsana seolah tak lelah diinisiasi, dirajut, dan dikembangkan. Bukan hanya di Indonesia tetapi juga Asia Tenggara dan dunia. Ada sesuatu yang menjadikannya membara.
Free Hearty, lahir di Kuta Cane, Aceh Tenggara pada 20 April 1952 memiliki akar tradisi Sumatra Barat. Mengenal dosen dan sastrawan ini adalah sebuah keberuntungan jika bukan berkah bagi saya pribadi. Rasional dan mengedepankan persaudaraan, Bundo Free demikian beliau akrab disapa, membuka ruang bagi setiap langkah membumikan sastra. Tidak saja dalam sejumlah karya buku tetapi juga–ini yang langka ditemukan–gerakan kebudayaan. Perhimpunan Sastrawan Budayawan Negara Serumpun (PSBNS) yang dideklarasikan pada 21 November 2013 adalah salah satu organisasi yang didirikan dengan semangat egaliterianisme.
Bahasa dan sastra dalam konteks budaya dia yakini sebagai aspek yang mampu menjembatani rasa saling pengertian, tidak saja antar tetapi juga inter negara dan bangsa. Mengenal keduanya–bahasa dan sastra–membuat manusia saling memahami dan saling mengerti budaya masing-masing. Tak heran jika jaringan kerja dan pertemanan melintasi sekat laut dan benua.
Semangat dan dedikasinya pada upaya memberdayakan budaya dan sastra sebagai penyeimbang kehidupan–yang sering rusak karena intervensi muatan politis–patut dijadikan teladan. Kita mafhum bahwa tumbuh kembang budaya dan sastra dalam kurun waktu lama sangat ditentukan oleh keberadaan individu yang telah selesai dengan dirinya sendiri. Merogoh kocek sendiri untuk teman, tamu, komunitas, baik secara individual maupun dalam event sastra budaya menjadi keniscayaan. Sejauh yang saya catat, pengorbanan Bundo Free untuk itu sangat besar.
Ada empat agenda dimana Bundo Free mengajak dan membuka ruang bagi saya untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan para sastrawan budayawan dari berbagai negara. Pertama, HUT PSBNS IV pada 19-22 November 2016 di Yogyakarta. Kedua, Festival Pulara di Pangkor Malaysia 8-11 Desember 2016. Ketiga, Banda Fiesta 23-28 Oktober 2018 di Maluku. Keempat, Festival Pulara di Ipoh Malayia, 28 November-2 Desember 2018 Malaysia. Selain itu, banyak agenda dan pertemuan yang dilakukan atas inisiasi dan kepedulian beliau.

Dalam beragam kegiatan sastra dan budaya tersebut, ada beberapa nilai dan karakter Bundo Free yang bisa dijadikan catatan.
1. Pegang Teguh Visi dan Komitmen
Dunia sastra budaya bukan ruang yang hampa nilai dan kepentingan. Keindahan karya kadang tak didukung karakter manusia sebagai pembuatnya. Tak hanya sekali Bundo berpesan agar kuat dalam memegang visi dan komitmen organisasi–PSBNS–agar tetap bisa berjalan dan bertahan menghadapi dinamika kehidupan. Jika PSBNS masih berdiri meski banyak tantangan, dalam beberapa hal itu karena faktor Bundo yang mampu “ngrengkuh” atau menjembatani keragaman anggotanya.
2. Jangan Sekalipun Berkhianat
Bundo Free termasuk sosok yang lapang dada dalam menerima sejumlah perbedaan pendapat dan kritik. Dialektik adalah keniscayaan dalam kebudayaan. Tetapi sekali berkhianat, sulit kepercayaan dipulihkan kembali. Sastra menjadi media dimana nilai dan karakter dititipkan. Dalam soal itu, Bundo tergolong tegas bahkan keras memegang prinsip. Tak sedih saat beberapa kolega mengambil jalan lain, tetapi baginya semua pilihan membawa konsekuensi.
3. Teman Adalah Kehormatan
Semangat egalitarian dalam bingkai sastra budaya dijunjung betul oleh Bundo Free. Rumah tak ubah perpustakaan dan ruang diskusi bagi para teman. Tidak saja dari Indonesia tetapi juga berbagai negara. Pengormatan atas teman dan tamu dengan sendirinya menunjukkan bagaimana nilai keutamaan itu hidup tidak hanya dalam karya sastra tetapi juga dalam keseharian. Diskusi sambil sarapan pagi atau makan malam tak hanya sekali dua kali saya ikuti saat diundang Bundo Free ke Jakarta.
Sebuah penghayatan hidup yang hangat dan berdimensi humanis. Tak aneh kemana pun Bundo pergi, juga memperoleh sambutan yang hangat. Sastra memang salah satu sendi kebudayaan, tetapi dengan sastra pula kehidupan bisa dilalui dengan indah dan mengesankan. Dan saya bersyukur bisa mengenal perempuan nyentrik ini.
Selamat ulang tahun Bundo Free. Telah sembilan windu (72 tahun) menapaki luas cakrawala. Semoga dikarunia usia panjang, sehat penuh manfaat, aamiin.
Ksatrian Sendaren 20 April 2024
*Budayawan Sleman, Anggota PSBNS



