Candi adalah nama Dewi Maut dalam tradisi Hindu yang dipuja dalam rumah (grha). Yang kemudian salah kaprah adalah penyebutan semua bangunan kuna sebagai candi padahal bangunan itu bukan tempat pemujaan Dewi Candi. Seperti di Jawa Timur ada penyebutan Candi Bajang Ratu atau Candi Wringin Lawang, padahal itu adalah sebuah gapura. Atau di Boko itu ada keraton tetapi disebut Candi Boko.
Begitulah. Detail dan mengalir disampaikan arkeolog senior FIB UGM Prof Dr Timbul Haryono MSc dalam Sarasehan Candiologi dan Candiografi di Indonesia di basecamp Komunitas Kandang Kebo. Sarasehan digelar Minggu (6/10/2024) dalam rangka mangayubagya 80 tahun Prof Timbul Haryono.
Terkait landasan kosmogonis, menurut arkeolog kelahiran Prambanan 5 Oktober 1944 ini, candi melambangkan hubungan yang serasa antara makrokosmos (alam semesta) dan mikrokosmos (manusia).
“Dalam agama Hindu meyakini bahwa alam ini terdiri atas suatu benua pusat berbentuk lingkaran yang disebut Jambudwipa. Dilingkari tujuh lautan tujuh daratan yang dibatasi oleh pegunungan tinggi. Di tengah Jambudwipa itu berdiri Gunung Meru sebagai pusat alam semesta yang dikelilingi oleh bulan, matahari dan bintang. Di puncak Gunung Meru ada kota dewa dan dikelilingi Lokapala (tempat dewa penjaga angin)”, papar ayah MC Anang Batas ini.

Seratusan peserta yang berasal dari berbagai kota di Jawa bersenyawa dengan anggota Komunitas Kandang Kebo. Mereka benar-benar menikmati kesempatan langka dimana bisa menambah pengetahuan dan pemahaman tengang kepurbakalaan. Ketua Komunitas Kandang Kebo Dr Maria Tri Widayanti mengakui sampai harus menutup pendaftaran jauh hari karena tingginya antusiasme untuk belajar percandian dari guru besar langsung.
Dalam pantauan mabur.co seputar joglo base camp Komunitas Kandang Kebo memang penuh dengan peserta sarasehan. Suasana mendadak hening dan haru seusai Prof Timbul paparan, segenap anggota Komunitas Kandang Kebo menggelar prosesi budaya peringatan 10 windu Prof Timbul. Wahjudi Djaja melagukan sekar Kinanthi dari Serat Wedhatama (Mangkunegoro IV) diiringi Suharno Dirjo Utomo yang membawa tumpeng dan Sanyoto yang membawa ingkung.

Kepada mabur.co, Anang Batas menyampaikan keinginannya untuk memulai mendokumentasikan jejak perjalanan dan pengabdian ayahnya. “Jujur kami merindungan tradisi mendongeng seorang ayah pada anak-anaknya. Tentu tidak hanya bidang keilmuan tetapi juga dinamika kehidupan yang belum sempat kami dengar dan saksikan. Mohon doanya agar semua berjalan lancar”, tandas pemilik nama lengkap Anang Dwi Yatmoko ini. Dirinya sangat berterima kasih kepada Komunitas Kandang Kebo yang menggelar acara untuk ayahnya.
Hadir dalam sarasehan Prof Subagyo Pramumijoyo, Ir Wartono Raharjo, Ir Suharko, pembina Komunitas Kandang Kebo Dr Minta Harsono, youtuber Asisi Chanel, TACB Gunung Kidul Andi Riana dan para arkeolog serta antropolog yang pernah menjadi mahasiswa Prof Timbul. Berbagai komunitas dari Klaten, Sragen, Pacitan, Jepara dan berbagai kota di Jawa Tengah juga hadir. Selesai sarasehan Prof Timbul melayani para peserta yang mau konsultasi dan penyembuhan. Lalu dilanjutkan ramah tamah dan menikmati makan siang.
(*)



