Tambang dan Ormas Islam

Oleh: Amin Mudzakkir*

Persoalan tambang dan ormas keagamaan membuka satu hal yang bagi orang sekuler mungkin dianggap aneh: bagaimana bisa pihak yang pro dan kontra sama-sama mengandalkan argumen keagamaan, khususnya fikih, dalam menanggapi isu itu?

Saya kurang tertarik dengan penilaian apakah perdebatannya kasar atau tidak, sebab itu perkara yang terlalu subjektif, tetapi fakta bahwa kedua belah pihak merasa sedang menafsirkan dan menjalankan tafsir keagamaan adalah fenomena “post-sekuler” yang menarik diamati.

Pihak yang pro ngotot bahwa “fikih lingkungan” memberikan dasar yang tidak hanya empiris-rasional, tetapi juga metafisik-transendental mengenai kebolehan mengelola tambang. Sumber daya yang terkandung di bumi bukan perkara najis, melainkan anugrah Allah yang harus dimanfaatkan dengan cara-cara yang baik.

Pihak yang kontra bertolak dari ayat al-Quran “dhoharol fasadu.. ” yang ditafsirkan sedemikian rupa sebagai “alarm” terhadap kemafsadatan yang mungkin timbul dari pemanfaatan sumber daya alam yang kenyataannya memang sering dikelola secara ugal-ugalan.

Dari sini terlihat bahwa umat Islam, khususnya kaum santri, memang tidak bisa lepas dari tradisi diskursif agama. Berbeda dengan keimanan sekuler yang menaruh agama hanya dalam hati dan mengemuka dalam sekadar ritual, agama dalam keimanan kaum santri meliputi semuanya, termasuk praktik sosial terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam.

Di antara agama-agama besar yang ada sekarang, tampaknya hanya Islam yang tetap terus hidup dengan cara berpikir ontologis non-sekuler seperti ini. Apakah Kristen dan Yahudi juga demikan?

*Sejarawan alumni FIB UGM, Peneliti BRIN


Share

By About

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mabur.co

© 2025 Mabur.co