Tumenggung Singaranu, Tumenggung Mandaraka, Kyai Jejer, dan Adipati Singaranu

Oleh: Muh. Yaser Arafat MA*

Makam Tumenggung Singaranu berada di Kranon, Nitikan, Yogyakarta. Foto di atas adalah makamnya. Nama “Kranon” jelas menunjukkan pengambilan kata dari nama Singaranu. Di arah barat laut pasarean ini ada Masjid Sulthonain Nitikan yang sebelumnya bernama Masjid al-Haram fi Panitikan. Makam-makam sepuh dari era Mataram Islam bertebaran di sisi barat masjid ini. Diperkirakan, lokasi ini telah dipakai sebagai pemakaman tokoh-tokoh sepuh Mataram Islam sebelum didirikannya masjid itu pada masa Panembahan Senopati.

Tumenggung Mandaraka dan Dua “Singaranu”

Ada dua orang penyandang nama “Singaranu” pada masa Sultan Agung Hanyakrakusuma, yaitu Tumenggung Singaranu dan Adipati Singaranu. Setelah zaman Sultan Agung, nama “Singaranu” masih ditemukan bahkan hingga masa Amangkurat III-IV. Kapan-kapan akan kita bicarakan.

Tumenggung Singaranu adalah patih kedua Kerajaan Mataram Islam pada masa Sultan Agung Hanyakrakusuma. Ia berasal dari daerah Singawalen, Pedan, yang saat ini masuk administrasi Klaten, Jawa Tengah. Ia keturunan Kyai Barat Ketiga/Raden Jaka Balado, anak ke-64 Brawijaya V (putra Majapait ratu ingkang wekasan). Ketika meninggal, Raden Jaka Balado dimakamkan di Pace, Kediri (Serat Salasilah 1899, 199–200).

Sebelum Tumenggung Singaranu, kursi patih pertama Kerajaan Mataram Islam zaman Sultan Agung diduduki oleh Arya Sindureja. Awalnya ia berpangkat Kaliwon Kadipaten. Setelah Sultan Agung jumeneng atau bertahta pada 1613, Arya Sindureja diangkat menjadi patih dengan nama: Tumenggung Mandaraka.

Penting diperhatikan bahwa Tumenggung Mandaraka yang ini bukan Ki Patih Mandaraka atau Ki Juru Martani. Keduanya orang yang berbeda. Patih Mandaraka atau Ki Juru Martani hidup di zaman Kyai Ageng Pamanahan. Sedangkan Tumenggung Mandaraka hidup dan menjabat selama 6 tahun setelah Sultan Agung menempati Kraton Kerta pada 1618 (Alifah 2009, 75). Lalu ia wafat dan dimakamkan di sebuah tempat yang disebut Dusun Mandarakan, bagian selatan Mlangi saat ini (Serat Salasilah 1899, 389).

Tumenggung Mandaraka adalah anak kedua Kyai Juru Wiroprobo. Dengan demikian, ia adalah saudara kandung Kyai Jejer yang berstatus sebagai anak ragil. Tumenggung Mandaraka memiliki anak perempuan kembar. Anak pertama diperistri Tumenggung Mertayuda bin Tumenggung Margapati, generasi awal Mataram Islam. Anak kedua diperistri oleh Tumenggung Singaranu. Setelah Tumenggung Mandaraka meninggal, Tumenggung Singaranu menggantikan mertuanya itu sebagai patih Kerajaan Mataram Islam kedua selama 3 tahun.

Salah satu anak perempuan Tumenggung Singaranu dikawinkan dengan Ki Bagus Sangat bin Kyai Jejer. Perkawinan ini sering disebut “krama nak derek”. Sebab Mertua Tumenggung Singaranu, Tumenggung Mandaraka, adalah kakak Kyai Jejer. Jadi, Kyai Jejer adalah “paman-ipar” atau “paklik-ipar” Tumenggung Singaranu. Sedangkan ibu Ki Bagus Sangat adalah Nyai Jejer bin Tumenggung Arya Suratani (Serat Salasilah 1899, 396). Tumenggung Arya Suratani adalah anak Kyai Gedhong II yang makamnya berada di Gedhongan, Kotagedhe.

Setelah Tumenggung Singaranu meninggal, Ki Bagus Sangat menggantikan mertuanya itu sebagai patih Kerajaan Mataram Islam ketiga. Ia nunggak-semi atau memakai nama mertuanya: “Singaranu”. Kemudian ia dikenal dengan sebutan “Adipati Singaranu”. Ketika meninggal, Adipati Singaranu dimakamkan di Kadhaton Kasultanagungan, Pajimatan, Imagiri, tepatnya makam bernomor 11 (Mandayakusuma 1950, 13–14). Sedangkan istrinya dimakamkan di Jejeran, Wonokromo, Plered, Bantul.

Salah satu anak perempuan hasil perkawinan Adipati Singaranu dengan Nyai Adipati Singaranu binti Tumenggung Singaranu ini dikawinkan dengan Kyai Ageng Wonokriyo (Kyai Kriyan). Makam Nyai Adipati Singaranu, Nyai Kriyan, dan Kyai Kriyan berada di Jejeran. Bersama dengan makam sebagian besar anak-turun mereka.

Singaranu, Penyerbuan Batavia, dan Kritik Terhadap de Graaf

De Graaf (1990, 167) mencatat ada tokoh bergelar “Singaranu” yang ikut dalam penyerangan ke Batavia pada 1629. Disebut di sana bahwa tokoh “Singaranu” ini menemani Adipati Juminah. De Graaf menyebut tokoh itu adalah Tumenggung Singaranu, bukan Adipati Singaranu. Apakah analisis de Graaf itu sahih? Hemat saya de Graaf perlu dikritik. Sebab, dengan melihat keterangan dari Serat Salasilah, sangat mungkin pada 1629 Tumenggung Singaranu telah tiada. Bagaimana penalarannya?

Di atas telah disebutkan bahwa Tumenggung Mandaraka meninggal setelah 6 tahun menjadi patih pasca dipakainya Kraton Kerta sebagai istana pemerintahan, 1618. Berarti sang patih pertama Mataram Islam itu meninggal pada 1624. Lalu ia digantikan oleh Tumenggung Singaranu hingga ia wafat 3 tahun kemudian, yaitu pada 1627. Sedangkan penyerbuan ke Batavia yang diceritakan ada sosok bergelar “Singaranu” di sana terjadi pada 1629. Jadi, besar kemungkinan, sosok yang dikatakan ikut penyerbuan ke Batavia adalah Adipati Singaranu bin Kyai Jejer.

Menyelamatkan Sejarah

Ada catatan akhir penting yang harus dicamkan oleh wangsa Mataram di sini. Bahwa Kyai Juru Wiroprobo serta anaknya: Tumenggung Mandaraka dan Kyai Jejer, adalah trah Sunan Giri. Lalu Tumenggung Singaranu adalah trah Brawijaya. Ini belum terhitung istri-istri mereka yang juga tercatat sebagai trah Majapahit-Demak-Walisongo.

Bisa dibayangkan betapa akan rusak-musnahnya geneologi dan sejarah wangsa Mataram Islam jika identitas anak-keturunan para tokoh besar ini tiba-tiba dikatakan sebagai orang Turki, Amerika, Yaman, Iran, India. Mari berziarah. Mari membaca, mencatat, dan menyelamatkan sejarah! Wallahu a’lam.

Semoga Tumenggung Singaranu, Tumenggung Mandaraka, Kyai Jejer, Adipati Singaranu, leluhur mereka dari kalangan muslimin-muslimat, dan para istri serta anak-turun mereka diampuni oleh Allah SWT, disyafaati oleh Kanjeng Rasulullah SAW, dijauhkan dari fitnah kubur, dan dimasukkan ke dalam surga. Amin.

Linnabi walahumul Fatihah..
Shollallahu ngala Muhammad
Ya Ahla Mataram…!
Ya Wajihan ngindallah…!!

*Dosen UIN Sunan Kalijaga, Penulis buku Nisan Hanyakrakusuman, pakar pernisanan

0

Share

By About

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mabur.co

© 2025 Mabur.co