Wafat 54 Tahun Silam, Merenungkan Sisi Spiritual Politis Bung Karno yang Tak Pernah Tenggelam

Oleh: Wahjudi Djaja*

Hari ini, tepatnya 21 Juni 1970, atau 54 tahun yang lalu Dr Ir Sukarno atau Bung Karno wafat. Tragis, bahwa kematian tokoh utama pendiri Republik ini berstatus sebagai tahanan rumah. Sosok yang lahirnya ditandai oleh letusan gunung Kelud ini seolah tak pernah lepas dari mitos, misteri, jangka dan peristiwa besar.

Spiritualis Sejati

Perpaduan budaya Jawa dan Bali nampaknya bisa dijadikan latar saat membahas sisi spiritual sosok yang amat bangga dengan angka 6 ini. Cindy Adam–penulis biografinya–sangat terbuai saat mendengar kisahnya.

Tidak saja percaya, Bung Karno juga lihai dalam mentransformasikan energi spiritual itu untuk merealisasikan visi dan cita-citanya. Simak pidato dan tulisannya terkait penjajahan Jepang yang hanya seumur jagung sebagaimana tersirat dalam jangka Jayabaya. Pernah juga Bung Karno menjadi Hercules yang dikelilingi 14 bidadari.

Mimpi tentu beda dari impian. Yang pertama jelas merujuk pada geliat bawah sadar manusia yang tak bisa direncana. Ia berupa sesuatu yang terlihat atau dialami saat manusia tidur. Ada semacam lukisan abstrak yang untuk memahaminya perlu tafsir tersendiri. Ia, mimpi itu, tentu juga bisa untuk dipahami secara kiasan sebagai angan-angan. Nah ini yang membuka peluang masuk pada kata yang kedua, impian.

Kembali ke Sukarno, kecil kemungkinan kita bisa melakukan konfirmasi kepadanya, apakah semua gerakan dan perjuangannya diawali dari mimpi hingga jadi impian. Bahwa ada teman atau sesiapa yang mampu melakukan dialog dengan orang yang telah meninggal, kapan-kapan kita bahas. Namun, ide besar, langkah raksasa atau sikap politik Bung Karno yang menggelegar itu jelas dilandasi oleh kuatnya daya literasi, luasnya cakrawala, lihainya mengambil inspirasi, dan tentu didukung oleh laku hidup yang dianugerahi aura.

Konfigurasi semua energi itu menjadikannya seorang pemimpin yang tidak saja punya visi tetapi juga berani dan bernyali di panggung dunia.

Itu belum membahas soal “berkah” yang melekat pada dirinya. Orang model semacam ini, biasanya memang tunggon bagi beragam jenis kekuatan. Ia bisa dalam bentuk pusaka yang datang sendiri atau laku yang dijalankan. Sukarno tak perlu untuk meguru agar sakti, kata-katanya didengar atau selamat dari beragam cobaan. Nah, saat berkah itu lepas dari hidupnya, orang menyebutnya sudah sampai pada apes atau garis.

Apakah mimpi atau impian yang lebih berpengaruh pada dinamika kehidupan manusia, bisa dilihat dari konteks dan alurnya. Ini sebetulnya masuk kajian Sejarah Intelektual, tetapi tak banyak yang berani melakukannya. Yang jelas, ketika membaca quote Sukarno, beliau lebih suka ditulis begitu dibanding Soekarno, kita setidaknya bisa menafsirkan dan memaknai apa makna mimpi dua tiga orang tua itu tentang masa depan bangsa. Yang jadi masalah, siapa pemuda yang bisa mengubah dunia itu?

Sisi Politis yang Tak Habis

”Engkau dan kita sekalian mengalami cobaan yang besar dalam menentukan nasib kita sendiri, dan adalah memilih satu antara dua: ikut Musso dengan PKI-nya atau ikut Soekarno-Hatta yang insya Allah dengan bantuan Tuhan akan memimpin negara.”

Bung Karno pidato radio pada 19 September 1948. Panglima Besar Sudirman–yang bertanggung jawab–memerintahkan AH Nasution dengan Divisi Siliwangi untuk menghadang PKI Madiun. Bung Karno harus tegas bersikap. Nation yang dia perjuangkan di ambang krisis. Setelah usai hiruk pikuk demokrasi parlementer, dia lalu melenggang menuju puncak melalui Demokrasi Terpimpin, hingga tanggallah Dwitunggal bersama Bung Hata pada 1956. Sampai prahara 1965 Bung Karno tampil sebagai Pemimpin Besar Revolusi. Seorang diri mengelola keragaman kepentingan dan aspirasi.

Meski berbeda haluan dan pandangan, persahabatan dua pendiri bangsa–Bung Karno dan Bung Hatta–itu tak luntur. Mereka paham betul mana urusan pribadi mana publik. Dan saat mengetahui kawan setianya sakit dalam status tahanan rumah,
”Ah, apa kabarmu, No?”
Sapa Hatta dengan penuh kesedihan saat menjenguk Bung Karno. Air mata Bung Karno menetes melihat teman seperjuangannya datang.
Hoe gaat het met Jou…?”
(“Senang bisa bertemu denganmu”), balas Bung Karno lirih dalam bahasa Belanda. Kedua sahabat sejati yang saling mengisi, bahu menbahu memperjuangkan kemerdekaan jauh sebelum Soedirman dan Nasution paham apa makna politik itu hanya bisa diam. Entah apa yang mereka pikir dan rasakan. Bisa jadi mereka mengenang saat bergandengan tangan menghadapi kolonialisme.

Kenapa Kita  Sering Tega?

Kadang kita heran dengan perlakuan bangsa pada orang-orang yang pernah mendedikasikan dan mendarmabaktikan hidupnya untuk bangsa besar ini. Tokoh besar yang dipuja dan dikagumi dunua mengakhiri kisah hidupnya dengan amat tragis. Dikucilkan dan dilarang menginjakkan kakinya di Jakarta.

Bung Karno dipaksa tinggal di Istana Bogor, lalu dipindah ke Istana Batu Tulis dalam kondisi sakit parah. Melalui Rachmawati–putrinya–Bung Karno mohon pada Pak Harto agar diizinkan kembali ke Jakarta. Boleh. Tetapi, harus dikarantina di Wisma Yaso (sekarang Museum Satria Mandala) dengan status tahanan rumah. Pernah, Bung Karno bilang pada Ali Sadikin–Gubernur DKI Jakarta–ingin melihat Monas kebanggaannya untuk yang terkahir kalinya. Namun tetap tak dizinkan rezim yang berkuasa.

Akhirnya, tokoh besar yang lahir 1 Juni 1901 dan menghabiskan waktu hidupnya untuk menjaga kehormatan, kebesaran dan kedaulatan bangsa yang amat ia cintai, tokoh dengan berderet tanda jasa dan gelar itu wafat. Bung Karno ingin dimakamkan di bawah pohon rindang di Bandung selatan, tempatnya mengenal petani Marhaen. Namun, rezim Suharto melarang dan memakamkannya di Blitar, berdampingan dengan makam ayah bundanya.

Kita kadang tega kepada para pemimpin yang tak pernah berhitung soal harta dan nyawa demi bangsa. Kita baru merasa kehilangan setelah tokoh itu pergi ke keabadian. The end of Soekarno’s historical journey was really tragic. Damai bahagialah di keabadian, Bung. Aamiin
(Dari berbagai sumber)

Ksatrian Sendaren, 21 Juni 2024
*Ketua Umum Keluarga Alumni Sejarah Universitas Gadjah Mada (Kasagama)


Share

By About

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mabur.co

© 2025 Mabur.co