Oleh: Agnes Dara*
Saat perpisahan karena mutasi kemarin, salah satu teman yang pindah, menyampaikan. Dia sebelumnya berkantor di ibukota, lalu pindah Jateng dan belum lewat dari lima jari di satu tangan. Bayangannya harusnya belum pindah, tapi ternyata sudah. Dan kembali ke ibukota lagi.
Dia menjadi memahami bahwa bukan hanya waktu Tuhan yang berbeda dengan waktu kita, namun juga cukupnya Tuhan berbeda dengan cukupnya kita, manusia. Dia percaya semua pasti yang terbaik.
Aku jadi teringat masa muda, saat memutuskan menikah cepat karena aku mikir jodohku terbatas sebab kami minoritas. Jadi terburu.
Ternyata saat bilang, ya, ‘jodoh’ lain segera muncul. Yang lebih lucu lagi, saat hamil muda anak kedua ada juga yang nembak saat sedang di lift. Tuhan itu sungguh Maha Becanda, yah.
Dalam perjalanan hidup tuh sebenarnya banyak peristiwa yang bikin kita berkaca atas setiap keputusan di masa lalu. Keputusan yang berdasar kekhawatiran dan ketakutan seperti dijawab dengan sempurna. Nah , tinggal kita mau belajar memahaminya atau tidak.
Dan ini ternyata juga dialami salah satu sahabatku yang cuantiiik dan banyak penggemar. Dia memutuskan segera menikah, ya karena takut tidak akan ada lagi karena kami minoritas. Lutjune ram dan ‘bodo’ barengan, sekarang kami bisa menertawakan ini bersama hahaha.
Terus, apakah itu berarti penyesalan? Big no. Apapun keputusanku dulu dan kehidupan yang telah berjalan tidak ada yang kusesali. Semua memberi warna dan makna membentuk jadi Dara yang seperti ini di saat ini. Dan lihatlah bukankah sekarang sudah jadi tiga Dara cantik (uhuuuk hahaha, gadisku maksudnya) yang selalu bersama, dolan tertawa nan seru. Terima kasih, Dara.
Tapi pengalaman ini membuat belajar. Apapun itu jangan gunakan kekuatan energi ketakutan. Waktu Tuhan selalu yang terbaik, tak perlu takut, pilihlah selalu energi cinta.
Kita punya free will. Alias bebas berencana apapun dan pasti bisa. Tinggal bagaimana usaha kita mewujudkan, selebihnya percaya pada rencana-Nya. Tapi ingat, kondisi saat melakukan ini harus dengan kekuatan energi cinta, bukan takut, dan juga tak perlu buru-buru akan hasil. Pasrah sepenuhnya pada waktu-Nya. Dan tetap kudu bisa menikmati hidup yang sedang mengalir, menikmati setiap proses yang menyediakan banyak keindahan.
Kalau toh yang terjadi bukan rencana kita, rencana-Nya pasti lebih baik lagi. Bukankah selalu demikian hidup itu gaes?
*Pejalan peradaban



