Waktu yang Berlari (1)

Oleh: Yasraf Amir Piliang*

Pada awalnya adalah sebuah citra, sebuah citra foto, sebuah foto tua. Foto adalah sebuah sabda, sebuah narasi, sebuah cerita dunia. Foto tak hanya representasi dunia, tetapi dunia itu sendiri: sebuah dunia per-foto-an. Foto juga adalah sebuah bahasa, sebuah bahasa gambar, sebuah bahasa citra.

Sebagai bahasa, foto dapat membangun cerita, sebuah cerita dunia. Banyak yang dapat diceritakan oleh sebuah foto, yang bercerita melalui pembekuan waktu. Waktu terus berlari tanpa jeda, dalam durasi tanpa interupsi.

Tetapi, sebuah foto membekukan waktu, memenggal durasi. Tak ada waktu di dalam foto. Tetapi foto adalah sebuah ingatan, sebuah jejak, sebuah memori, yang memproyeksikan dirinya ke masa depan. Foto adalah sebuah interupsi waktu, siaran ulang waktu, cara mengada dalam penggalan waktu, sebuah rekaman eksistensi.

Foto adalah cara memaknai eksistensi. Aku ada di dalam sebuah foto, di dalam sebuah bingkai gambar, di dalam sebuah rumah eksistensi. Aku ada di dalam foto, karenanya aku ada. Aku ada di dalam sebuah foto tua, di hadapan sebuah rumah tua, di sebidang tanah tua, tanah asal.

Sebuah tanah tempat bermain, tempat segala sesuatu bermula, tempat semua hal menjadi ingatan, tempat makna dunia mulai dirangkai. Di hadapan lensa kamera, aku adalah produk dari pikiran fotografer dan pandangan orang lain tentang aku. Aku ada di dalam foto itu, di masa itu, di usia itu, bukan atas dasar intensitas kesadaranku. Aku ada di sana sebagai konsekuensi logis dari fungsi informasi, representasi, signifikasi, atau keinginan kolektif.

Aku ada di dalam sebuah foto sebagai efek dari wacana kolektif, yang aku tidak tak punya kuasa untuk mengubah alur wacana itu, di masa itu [ ]

*Seorang Filsuf, Budayawan, Guru Besar FSRD ITB


Share

By About

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mabur.co

© 2025 Mabur.co